[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Bank Indonesia (BI) mengungkapkan hanya akan membeli maksimal 25 persen dari target lelang Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan pemerintah di pasar perdana. Penerbitan surat utang itu dilakukan untuk menutup kebutuhan pembiayaan penanganan wabah virus corona (covid-19).
Sebelumnya, pemerintah menganggarkan kebutuhan pembiayaan penanganan dampak pandemi corona dalam program stimulus fiskal dengan nominal mencapai Rp405,1 triliun. Khusus untuk bidang keuangan dan relaksasi kredit dianggarkan sekitar Rp150 triliun.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan bank sentral nasional telah mendiskusikan sejumlah ketentuan pembelian SBN yang diterbitkan pemerintah di pasar perdana dengan Kementerian Keuangan. Dari diskusi itu dinyatakan bahwa pembelian SBN oleh BI hanya sebagai sumber terakhir (last resource).
” resort artinya pemerintah akan memaksimalkan dulu sumber-sumber dana yang ada,” ungkap Perry.
Sumber dana yang saat ini ada dan bisa digunakan pemerintah adalah Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) dari APBN. Lalu, dari Dana Abadi (endowment fund).
Selanjutnya, program pinjaman yang berasal dari lembaga internasional, seperti Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) dan Bank Dunia.
“Jadi keperluan yang Rp150 triliun dalam defisit fiskal pemulihan ekonomi itu dikeluarkan dulu (dari sumber dana yang ada saat ini),” ujarnya.
Bila sumber-sumber dana itu sudah terpakai semua dan masih ada kekurangan pembiayaan, baru kemudian pemerintah menerbitkan SBN di pasar perdana. Di sini, aturan bank sentral nasional soal pembelian SBN pemerintah akan diubah.
Sebab, aturan saat ini hanya memperbolehkan BI membeli SBN pemerintah di pasar sekunder. SBN yang dibeli merupakan kepemilikan surat utang yang dilepas asing ketika kondisi pasar keuangan nasional dinilai tak cukup kondusif.
Namun, nantinya BI akan bisa membeli SBN berdenominasi rupiah di pasar perdana. Hanya saja, status BI merupakan penawar surat utang dengan harga yang tidak kompetitif (noncompetitive bidder).
“Artinya, penawaran BI tidak diperhitungkan dalam perhitungan harga, tapi hanya membeli dengan maksimum 25 persen dari target yang ingin dicapai pemerintah. Misalnya, kemarin target lelang maksimal Rp30 triliun, maka BI maksimum hanya (bisa membeli SBN dengan jumlah) Rp7,5 triliun, karena sisanya kami yakin bisa dipenuhi pasar,” jelasnya.
Bila setelah pembelian BI, hasil lelang belum mencapai target pemerintah, maka pemerintah bisa menawarkan penerbitan SBN ke penempatan khusus (private placement). “Ini nanti akan diperjelas dari sisi teknis, sekarang sudah ada kesepakatan-kesepakatan dalam tahap final,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Perry mengatakan finalisasi ketentuan ini akan diselesaikan pada pekan depan. Setelah itu bila memungkinkan pelaksanaan pembelian SBN pemerintah oleh BI di pasar perdana bisa dilakukan mulai pekan selanjutnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Dengan Perppu ini, BI akan bisa membeli SBN pemerintah di pasar perdana guna membantu pemenuhan kebutuhan pembiayaan untuk penanganan dampak pandemi corona.
Bank Ikut Beli SBN
Di sisi lain, Perry mengatakan bank nantinya juga akan diwajibkan ikut membeli SBN yang diterbitkan pemerintah. Dengan begitu, kebutuhan pembiayaan penanganan dampak pandemi corona bisa terpenuhi.
Untuk mengompensasi hal itu, BI telah mengeluarkan kebijakan peningkatan rasio penyangga likuiditas makropudensial (PLM) perbankan sebesar 200 basis poin (bps). Kebijakan ini membuat SBN yang dimiliki bank meningkat sekitar 2,0 persen dari himpunan Dana Pihak Ketiga (DPK).
“Dengan kenaikan PLM 200 bps ini, nantinya akan diwajibkan untuk dibelikan SBN yang diterbitkan pemerintah, bukan yang sudah ada. Jadi pembiayaan fiskal bisa terpenuhi,” terangnya.
Pada saat yang bersamaan, bank sentral turut menambah kekuatan likuiditas bank untuk pembelian SBN dengan menurunkan batas cadangan kas bank di BI atau dikenal dengan istilah Giro Wajib Minimum (GWM) berdenominasi rupiah sebesar 200 bps. Ketentuan ini berlaku untuk bank umum konvensional dan syariah serta Unit Usaha Syariah (UUS).
Perry mengatakan pelonggaran GWM akan membuat likuiditas bank bertambah sekitar Rp102 triliun. Sebelumnya, BI juga sudah memberikan injeksi likuiditas ke bank sebesar Rp51 triliun, Rp23 triliun, dan US$3,2 miliar melalui pelonggaran GWM rupiah dan valuta asing pada awal tahun. (msn)
Discussion about this post