[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id– Wakil Menteri KeuanganSuahasil Nazara angkat suara mengenai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang kenaikan tarif cukai rokok sebesar rata-rata 25 persen.
Sejak aturan beredar, banyak pihak yang khawatir kenaikan cukai dapat berimbas buruk pada industri rokok, hingga memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pekerja pabrik. Menanggapi hal tersebut Suahasil mengatakan pihaknya sudah mempertimbangkan adanya risiko tersebut.
Menurut dia, kenaikan cukai rokok pada akhirnya akan menjadi pendapatan negara yang nantinya akan berbalik kembali kepada masyarakat. Dengan demikian, risiko buruk terhadap buruh karena kenaikan cukai rokok dapat diminimalisir.
“Dana bagi hasil cukai diberikan untuk memitigasi. Jadi kalau ada cukai di bagi hasil dengan (pemerintah) daerah. Itu untuk memitigasi dampak negatif kenaikan cukai terhadap buruh, terhadap perekonomian daerah,” jelas Suahasil di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta.
Lebih lanjut, Suahasil menjelaskan dalam aturan kenaikan cukai rokok lebih tinggi untuk jenis rokok produksi mesin ketimbang dengan tangan.
“Nah itu kan kita bedakan kenaikan tarifnya. Itu ada pembedaan untuk yang kretek tangan, jauh lebih rendah kenaikan cukainya dibandingkan dengan kretek mesin dan putih mesin,” ujarnya kembali.
Dalam aturan yang mulai diberlakukan per 1 Januari 2020 itu, tertulis untuk jenis rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan I buatan dalam negeri misalnya, batasan harga jual eceran per batang dinaikkan dari Rp1.120 per batang menjadi Rp1.700 per batang. Tarif cukainya dinaikkan dari Rp590 menjadi Rp740 per batang atau 25,4 persen. (cnn)
Discussion about this post