KeuanganNegara.id- BPJS Ketenagakerjaan mencatat jumlah iuran peserta sepanjang periode Januari sampai Agustus 2019 sebesar Rp46,7 triliun. Angka itu baru 61,42 persen dari target yang ditetapkan dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Tahunan (RKAT) tahun ini, Rp76,03 triliun.
Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Guntur Witjaksono mengatakan kecilnya nilai iuran yang terkumpul lantaran terdapat sejumlah perusahaan yang bangkrut sehingga manajemen tak lagi membayarkan iuran kepesertaan karyawannya ke BPJS Ketenagakerjaan.
“Kalau bisnis pada berhenti, itu kan menggerus peserta Jaminan Hari Tua (JHT) karena kan perusahaan yang bayar. Peserta jadi berkurang juga. Agak jauh kan kurangnya dari target, masih Rp30-an triliun,” papar Guntur, Senin (23/9).
Jatuhnya beberapa perusahaan, sambung Guntur, dipengaruhi oleh situasi ekonomi global dan domestik yang sedang tidak kondusif. Masalahnya, kalau bisnis perusahaan berhenti, otomatis karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) juga akan mengambil haknya di BPJS Ketenagakerjaan.
“Kondisi ekonomi mempengaruhi, kalau ekonomi tumbuh kan bisnis jalan jadi orang bekerja dan ada iuran. Jadi orang terlindungi,” kata dia.
Sedikitnya raupan iuran ini juga sejalan dengan jumlah kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang belum mencapai target. Berdasarkan catatan perusahaan, jumlah peserta per Agustus 2019 tercatat sebanyak 31,67 juta orang atau 92,2 persen dari target yang ditetapkan sebanyak 34,35 juta orang.
Menurut Guntur, ratusan peserta kerap keluar dari program BPJS Ketenagakerjaan setelah terkena PHK dari perusahaan yang terpaksa gulung tikar di tengah ekonomi yang tak kondusif seperti ini.
“Jadi masuk rata-rata mungkin bisa 200-300 per bulan, tapi juga ada yang keluar. Jadi untuk mengejar target itu sulit,” ucapnya.
Yang pasti kami tetap hati-hati dalam menaruh investasi,” imbuh dia.RTI Infokom menunjukkan saham Garuda Indonesia menurun dalam enam bulan terakhir sebesar 8,4 persen. Kemudian, khusus hari ini turun 0,91 persen ke level Rp545 per saham.Beberapa perusahaan yang gulung tikar ini pun mengakibatkan sejumlah tunggakan kepada BPJS Ketenagakerjaan. Guntur menyebut BPJS Ketenagakerjaan memiliki piutang sekitar Rp1 triliun hingga posisi terakhir.
“Piutang itu termasuk beberapa perusahaan yang bangkrut tapi tidak diputihkan,” ujar Guntur.
Sementara, Guntur menyatakan jumlah dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan per Juli 2019 sebesar Rp406,42 triliun atau 91,7 persen dari target sepanjang tahun, Rp443,18 triliun.
“Kalau ekonomi bagus, kan semua naik. Ini memang sedang tidak bagus. Bahkan, kami punya saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang terus turun,” ungkap Guntur.
Saat ini, BPJS Ketenagakerjaan menempatkan dana investasi di sejumlah portofolio, seperti saham sebesar 20 persen, surat utang negara (SUN) 50 persen, penyertaan langsung sekitar 2 persen, sisanya di reksa dana dan deposito.
Secara keseluruhan, Guntur pesimis target perusahaan akan tercapai. Untuk peserta misalnya, rata-rata setiap bulannya BPJS Ketenagakerjaan mendapatkan peserta baru sebanyak 200 orang atau 3,5 juta orang.
Namun, kini BPJS Ketenagakerjaan butuh sekitar 2,67 juta tambahan peserta untuk mencapai target RKAT 2019. Jika demikian, maka minimal perusahaan harus mendapatkan sekitar 800 orang per bulan demi menyentuh target kepesertaan pada Desember 2019. “Itu kan di atas rata-rata yang biasanya masuk, jadi berat,” katanya.
Tambah Investasi Penyertaan Langsung
Selanjutnya, BPJS Ketenagakerjaan juga berniat menambah alokasi investasi langsung menjadi 5 persen dari total dana kelolaan yang dimiliki perusahaan. Saat ini, dana yang digelontorkan untuk investasi langsung belum menyentuh 2 persen.
“Sekarang belum maksimal, kami ingin naikkan,” imbuhnya.
Beberapa investasi langsung BPJS Ketenagakerjaan, yakni Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR) ruas Pondok Indah-Kebun Jeruk dan Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek II.
Guntur menyatakan pihaknya belum memiliki target proyek baru mana saja yang akan menjadi target investasi baru BPJS Ketenagakerjaan. Pasalnya, hal itu masih menunggu revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Sejauh ini, tambah Guntur, total investasi di sektor infrastruktur sebesar Rp70 triliun. Investasi itu ditempatkan melalui berbagai portofolio, seperti penyertaan langsung, saham, dan SUN. (cnn)
Discussion about this post