KeuanganNegara.id- PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) berencana mengerek harga gas untuk konsumen industri bulan depan. Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama menyatakan kenaikan dilakukan karena perusahaan sudah tak pernah menaikkan harga gas sejak 2013 lalu.
Padahal, biaya pengadaan gas, biaya operasional, dan kurs dolar Amerika Serikat (AS) terus meningkat.
“Dengan beban biaya yang terus meningkat tentu ruang bagi PGN untuk mengembangkan infrastruktur gas bumi menjadi semakin terbatas. Sementara, banyak sentra-sentra industri baru, seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur yang belum terjamah gas bumi,” seperti dikutip dari pernyataan resminya.
Ia menambahkan bahwa rencana penyesuaian harga gas bumi sudah dikaji secara matang. Rachmat mengklaim pihaknya juga sudah mempertimbangkan kemampuan industri.
Diketahui, PGN menjual gas ke konsumen berkisar US$8-US$10 per MMBTU. Pembentukan harga gas biasanya juga mengacu pada harga gas di sumur dan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan harga gas bagi industri sebenarnya berpotensi turun.
Potensi muncul seiring penurunan harga gas di sektor hulu yang bisa terjadi dalam waktu dekat. Peluang penurunan muncul seiring potensi penghematan pengembalian biaya operasional hulu migas yang dibayarkan pemerintah (cost recovery) tahun ini hingga 2020 mendatang. Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengungkapkan cost recovery tahun lalu bisa hemat sebesar US$900 juta.
Sementara, cost recovery yang dibayarkan tahun ini diprediksi bisa dihemat sebesar US$1,66 miliar.
“Untuk tahun ini cost recovery (lebih hemat) karena (kontraktor) sudah mulai masuk ke gross split pada 2018 dan seterusnya. Insya Allah tahun depan hemat cost recovery US$1,78 miliar dolar,” ungkap Arcandra. (cnn)
Discussion about this post