KeuanganNegara.id- Nilai tukar rupiah tercatat di posisi Rp14.155 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pasar spot Kamis (5/9) sore. Posisi ini menguat 0,03 persen dibanding penutupan pada Rabu (4/9) yakni Rp14.159 per dolar AS.
Sementara itu, kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menempatkan rupiah di posisi Rp14.153 per dolar AS atau menguat dibanding kemarin yakni Rp14.218 per dolar AS. Pada hari ini, rupiah berada di dalam rentang Rp14.142 per dolar AS hingga Rp14.165 per dolar AS.
Sore hari ini, sebagian besar mata uang utama Asia melemah terhadap dolar AS. Dolar Singapura melemah 0,01 persen, yuan China melemah 0,02 persen, peso Filipina melemah 0,04 persen, baht Thailand melemah 0,05 persen, dan yen Jepang melemah 0,14 persen.
Namun di sisi lain, terdapat mata uang yang menguat terhadap dolar AS seperti dolar Hong Kong sebesar 0,01 persen, ringgit Malaysia sebesar 0,25 persen, rupee India sebesar 0,29 persen, dan won Korea Selatan sebesar 0,54 persen.
Nilai tukar mata uang negara maju terpantau menguat terhadap dolar AS, seperti poundsterling Inggris sebesar 0,16 persen dan dolar Australia sebesar 0,22 persen. Namun, euro terpantau stagnan terhadap dolar AS.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan rupiah terkena imbas positif dari rencana pertemuan AS dan China yang berniat kembali melakukan perundingan dagang.
Rencananya, Wakil Perdana Menteri China Liu He dan Gubernur Bank Sentral China Yi Gang telah menghubungi Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin untuk melanjutkan dialog pada awal Oktober mendatang.
Tak hanya sinyal damai perang dagang, situasi politik yang adem ayem di sejumlah negara juga bikin rupiah di atas angin hari ini.
Di Hong Kong, Pemimpin Carrie Lam memutuskan untuk menarik rancangan undang-undang ekstradisi. Adapun, wacana aturan ini menjadi pangkal atas demonstrasi warga Hong Kong selama berbulan-bulan.
Stabilitas politik Italia juga kembali stabil setelah Perdana Menteri Giuseppe Conte membentuk koalisi pemerintah baru yang kebanyakan diisi oleh perwakilan dari Gerakan Bintang Lima dan Partai Demokratik. Koalisi ini diharapkan bisa mengeratkan hubungan negara tersebut dengan Uni Eropa.
Ketenangan juga melanda Inggris setelah parlemen berhasil menggagalkan upaya Perdana Menteri Boris Johnson untuk mengeluarkan Inggris tanpa kompensasi apapuun (no-deal Brexit).
“Perkembangan ini sedikit banyak membuat pasar lega, karena parlemen masih akan dilibatkan dalam proses Brexit. Jika menyerahkan semuanya kepada Johnson, maka kemungkinan terjadinya no-deal Brexit semakin tinggi,” ujar Ibrahim. (cnn)
Discussion about this post