[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Berbagai paket stimulus untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dari Presiden Joko Widodo dikritik sejumlah pengusaha. Paket bantuan di tengah Covid-19 ini dinilai terlambat dan tidak terorganisir.
“Stimulusnya telat, harus sebulan yang lalu,” kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang CSR dan Persaingan Usaha, Suryani S. Motik dalam acara Perspektif Indonesia Smart FM di Jakarta.
Sebelumnya pada 29 April 2020, Jokowi telah mengumumkan lima skema baru perlindungan UMKM di tengah hantaman pandemi Covid-19. Pertama, Bantuan Langsung Tunai (BLT), Kartu Prakerja untuk UMKM yang masuk kategori miskin dan kelompok rentan.
Skema kedua, pemberian insentif perpajakan bagi pelaku UMKM yang omzetnya masih di bawah Rp 4,8 miliar per tahun. “Saya kira di sini pemerintah telah menurunkan tarif PPh final untuk UMKM dari 0,5 persen menjadi 0 persen selama periode 6 bulan dimulai dari April sampai September 2020,” kata Jokowi.
Skema ketiga, pemberian relaksasi dan restrukturisasi kredit UMKM dengan berbagai program. Keringanan yang diberikan antara lain dalam bentuk penundaan angsuran dan subsidi bunga penerima KUR, kredit ultra mikro, atau UMi, PNM Mekaar yang jumlahnya 6,4 juta, dan di pegadaian juga ada 10,6 juta debitur.
Kemudian, skema keempat mengenai perluasan pembiayaan bagi 23 juta UMKM berupa stimulus bantuan modal kerja darurat. Terakhir, skema kelima yakni kementerian/lembaga/BUMN dan Pemda harus menjadi “bumper” dalam ekosistem usaha UMKM terutama dalam tahap awal pemulihan.
Namun, Suryani menyebut, tak sedikit pelaku UMKM yang kini telah telanjur tutup akibat Covid-19. Padahal, 90 persen tenaga kerja disumbang oleh 61 juta UMKM yang ada di Indonesia. Jika sebelumnya Kementerian Ketenagakerjaan mengatakan jumlah pekerja yang kena PHK dan dirumahkan sebanyak 2 juta, maka Suryani menilai angkanya mencapai puluhan juta.
Di tengah kondisi ini, datangkan bantuan dari pemerintah, termasuk untuk UMKM. Tapi kenyataan yang ada, kata Suryani, terlalu banyak paket bantuan yang diberikan dan justru memusingkan. “Presiden ada, Gubernur ada, Kementerian dan Lembaga ini itu. Kadang yang datang beras, tapi belum tentu itu yang dibutuhkan,” kata dia.
Sebelum adanya lima skema ini, berbagai insentif bantuan kepada UMKM juga sudah diberikan. Salah satunya relaksasi kredit perbankan. Namun, Bendahara Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Eka Sastra mengatakan berbagai stimulus yang sudah diberikan pemerintah selama ini tidak terorganisir. Paket bantuan diberikan kepada UMKM tanpa ada komando yang jelas.
Untuk itu, kata Eka, HIPMI sebenarnya sudah mengusulkan adanya Satuan Tugas atau Satgas Ekonomi. Sekarang, baru ada Satgas Covid-19 yang dikomandoi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). “Beberapa bulan lalu sudah kami sampaikan,” kata Eka. Namun sampai hari ini, Satgas itu belum kunjung terbentuk.
Sepakat dengan pernyataan yang disampaikan Eka, Suryani mencontohkan relaksasi kredit yang diumumkan Jokowi beberapa waktu lalu. Dalam praktiknya perbankan juga belum sepenuhnya melaksanakan. “Ketika anggota datang minta relaksasi, jawabannya mereka belum punya policy, itu kan dari presiden, minta saja sama presiden,” kata dia.(msn)
Discussion about this post