[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id- Perdana Menteri India Narendra Modi dalam pertemuan tidak resminya dengan Presiden China Xi Jinping pada 10 Oktober lalu menawarkan konektivitas maritim antara kedua negara.
Politisi dari Partai Bharatiya Janata dan mantan aktivis Rashtriya Swayamsevak Sangh (organisasi sukarelawan nasionalis Hindu sayap kanan India) itu mengusulkan pelabuhan Chennai (ibu kota negara bagian Tamil Nadu, India) sebagai pintu masuk bagi berbagai komoditas dari pelabuhan-pelabuhan di China.
Langkah PM India ke-14 tersebut merupakan pukulan balik bagi Xi yang selama ini justru getol merayu tanah Mahabarata agar mau terlibat dalam program Belt and Road Initiative (BRI) yang dibesutnya.
|
Sayang, India merespons dingin tawaran yang ia ulurkan dan baru sekaranglah negeri ini menyambutnya. Melihat bahwa Modi yang malah menawarkan pelabuhan Chennai kepada Xi dalam pertemuan keduanya di Mamallapuram, sebuah distrik di negara bagian Tamil Nadu, menunjukkan bahwa ritme “permainan” ada di tangan kepala pemerintahan India itu.
Sejak diluncurkan oleh Xi Jinping pada 2013, ketika itu istilah yang dipergunakan untuk BRI adalah One Belt One Road (OBOR). Dan, sikap India terhadap BRI boleh dibilang dingin-dingin saja. Salah satunya disebabkan oleh langkah China yang melibatkan Pakistan, seteru abadi India, dalam program tersebut.
Bagi India, langkah China menggandeng Pakistan dalam BRI sebetulnya sah-sah saja. Hanya saja, China-Pakistan Economic Corridor – salah satu megaproyek infrastruktur transportasi di bawah payung BRI – melewati wilayah Jammu dan Kashmir yang diklaim India sebagai wilayahnya. Bagi India, BRI dipersepsikan sebagai langkah agresif dari China.
|
Tudingan bahwa Belt and Road Initiative agresif tidak dapat dipungkiri dan fakta ini dapat dilihat dari sederetan negara yang terjebak dalam kubangan utang (debt trap) akibat proyek-proyek BRI.
Bandar udara, jaringan jalan, jaringan rel kereta api, pelabuhan dan infrastruktur lainnya yang dibangun di sana didanai dari uang yang dipinjamkan oleh China.
Ketika beroperasi, fasilitas-fasilitas ini tidak mencapai economic of scale seperti yang dirancang alias tekor. Cicilan pinjaman beserta bunganya tak terbayar dan akhirnya infrastruktur yang dibangun tadi dikuasai oleh kreditor.
Agresivitas China itulah yang ingin dibendung oleh PM Modi dengan tawarannya kepada Presiden Xi untuk menggunakan pelabuhan Chennai sebagai simpul konektivitas antara kedua negara.
Demikian diungkapkan oleh sebuah komunike yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri India sejurus berakhirnya pertemuan informal kedua pemimpin negara berpenduduk terbesar di dunia itu. Namun, tidak ada penjelasan lebih lanjut bagaimana proposal Modi tersebut akan dijalankan. Yang pasti, India akhirnya menerima juga uluran tangan “naga”.
Dalam catatan penulis, Chennai merupakan salah satu pelabuhan yang masuk ke dalam program Sagarmala. Sagarmala adalah inisiatif yang diluncurkan oleh Kementerian Pelayaran pada 31 Juli 2015 untuk memodernisasi pelabuhan-pelabuhan di seluruh India.
Adapun jumlah pelabuhan yang akan dimodernisasi sebanyak 12 pelabuhan yang tersebar di beberapa daerah di India. Pemerintah India menaksir program tersebut akan menyedot investasi senilai US$ 120 miliar atau setara dengan Rp 1.680 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$). Akankah China tertarik membenamkan duitnya dalam proyek ini? Entahlah.
Di lapangan, proyek yang terbilang ambisius dalam sejarah kemaritiman India modern itu akan dijalankan oleh berbagai kementerian/badan dan pemerintah negara bagian dengan skema private public partnership (PPP).
Kabinet India sebelumnya telah menyetujui pendirian Sagarmala Development Company dengan tujuan agar dapat mendorong lebih kencang proyek-proyek yang sudah disusun.
Dalam Sagarmala Project ada pembangunan, antara lain, enam mega port baru yang berlokasi di Sagar Island (negara bagian Bengal Barat), Paradip Outer Harbour (Odisha), Sirkhazi (Tamil Nadu), Enayam (Tamil Nadu), Belikeri (Karnataka) dan Vadhavan (Maharashtra).
Tak hanya pelabuhan, ada 1.208 pulau/kawasan pesisir yang juga akan dikembangkan dalam skema Sagarmala Project ini. Agar program berjalan sesuai target yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat, dibentuklah sebuah tim pengarah yang terdiri atas menteri-menteri yang membidangi pelayaran, pelabuhan, dan sektor kemaritiman lainnya.
Untuk urusan memanfaatkan duit China yang dialokasikan dalam program Belt and Road Initiative (BRI), India jelas tertinggal beberapa langkah di belakang Pakistan.
Melalui program China-Pakistan Economic Corridor/CPEC, China membangunkan untuk Pakistan berbagai infrastruktur senilai US$ 62 miliar – nilai investasi per 2017. Dana yang setara Rp 868 triliun ini disediakan oleh Negeri Panda untuk memodernisasi infrastruktur Pakistan mulai dari pelabuhan, rel kereta api, jalan raya, membangun kawasan ekonomi khusus dan fasilitas energi.
Pelabuhan Gwadar, salah satu infrastruktur maritim yang terdapat dalam CPEC, telah beroperasi sejak 2016 dan melayani shipment ke Afrika dan Asia Barat.
|
Pelabuhan ini dilengkapi dengan jaringan kereta api dan jalan raya yang tersambung hingga ke daratan China dan Asia Tengah. Selain Gwadar, China juga meremajakan pelabuhan Karachi. Sepertinya Pakistan betul-betul memanfaatkan duit “naga” semaksimal mungkin untuk kemajuannya. Belum terdengar kabar utangan ini bermasalah.
Dalam percakapan penulis dengan Duta Besar Pakistan untuk Indonesia, Abdul Salik Khan, ketika yang bersangkutan melakukan audiensi kepada Pengurus Pusat Muhammadiyah belum lama ini, disampaikan bahwa Pakistan menawarkan semua konektivitas – darat dan laut – yang dimilikinya kepada Indonesia bagi kegiatan ekspor-impor berbagai komoditas nasional dari dan ke China, Asia Tengah, Asia Barat dan Afrika.
Lalu, bagaimana dengan konektivitas maritim Indonesia-China sendiri?
Entahlah…
. (cnbcindonesia)
Discussion about this post