KeuanganNegara.id– Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) akan menyodorkan usulan kenaikan tarif iuran program Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola BPJS Kesehatan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Besaran kenaikannya berkisar Rp16.500 hingga Rp40.000 bergantung kelas masing-masing peserta.
Anggota DJSN Angger P. Yuwono mengungkapkan usulan tersebut sebagai tindak lanjut dari keputusan pemerintah yang akan mengerek tarif iuran BPJS Kesehatan tahun depan.
“DJSN merencanakan untuk mengusulkan secara resmi kepada presiden dalam minggu ini,” ujar Angger
Saat ini, DJSN sudah merumuskan perhitungan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan untuk tiga kelas Mandiri. DJSN mengusulkan kenaikan iuran kelas Mandiri I sebesar Rp40 ribu, yaitu dari saat ini Rp80 ribu per peserta menjadi Rp120 ribu per peserta.
Kemudian, kenaikan iuran kelas Mandiri II diusulkan sebesar Rp29 ribu, dari Rp51 ribu per peserta menjadi Rp80 ribu per peserta. Selanjutnya, iuran kelas Mandiri III diusulkan naik Rp16.500 dari Rp25.500 per peserta menjadi Rp42 ribu per peserta.
Sayangnya, ia masih enggan mengungkap besaran usulan kenaikan iuran untuk kelas Penerima Bantuan Iuran (PBI). Sebagai catatan, kelas ini merupakan golongan peserta yang pembayaran iurannya ditanggung oleh pemerintah.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah memastikan bahwa pemerintah akan mengerek tarif iuran BPJS Kesehatan. Hal ini dilakukan guna menambal defisit yang diproyeksi mencapai Rp28 triliun pada tahun ini.
Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko juga memastikan kenaikan tarif iuran akan berlaku untuk semua kelas, termasuk PBI yang ditanggung pemerintah. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambahkan rencananya kepala negara menerbitkan peraturan presiden (perpres) terkait pengaturan tarif iuran BPJS Kesehatan ke depan.
Meski begitu, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo memastikan persentase kenaikan tarif iuran tidak akan dipukul rata untuk masing-masing kelas kepesertaan. Sebab, pemerintah perlu mengevaluasi kondisi masing-masing kelas dari sisi jumlah kepesertaan sampai status peserta, misalnya umum, Aparatur Sipil Negara (ASN), dan pekerja swasta.
“Tidak (sama per kelas), ini demi keadilan, nanti semua kelas harus ditinjau ulang. Nanti kami lihat efeknya, PBI seperti apa, non PBI seperti apa,” katanya.
Selain itu, penentuan besaran kenaikan akan ditentukan oleh hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dikeluarkan pada akhir Agustus ini. Bila hasil audit sudah keluar, barulah pemerintah bisa menghitung berapa sisa defisit yang bisa ditutup dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan dari kenaikan iuran.
“Biar kami tahu berapa dana selain kenaikan tarif yang bisa diterima, termasuk dari pajak rokok, sinergi dengan BPJS Ketenagakerjaan, Taspen, Asabri, BPJS Kesehatan sendiri. Jadi berapa dapatnya, terus defisit yang reasonable, dan berapa kenaikan tarifnya,” jelasnya.
Tak ketinggalan, perhitungan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan juga akan mempertimbangkan kemampuan peserta di masa yang akan datang. Setidaknya, dalam kurun waktu satu sampai dua tahun ke depan.
“Jangan sampai kami naikkan tapi masih defisit. Jangan sampai kenaikannya terlalu besar, tapi nanti tidak digunakan. Kami harus hati-hati, soalnya ke depan harus ada kenaikan kan,” terangnya. (cnn)