[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 80/2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PP PMSE) dinilai bakal meningkatkan penerimaan negara di sektor pajak. Angka maksimal bisa didapat saat perkembangan niaga elektronik atau e-commerce sejalan dengan ketaatan dari pelaku usaha terhadap pajak.
Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Nika Pranata mengatakan tingginya nilai transaksi di e-commerce mestinya bisa sejalan dengan tingginya penerimaan negara. Sebab, pajak merupakan kewajiban yang mesti dipenuhi seluruh pelaku usaha baik di sektor penjulan offline maupun online.
Bank Indonesia mencatat pada 2018 nilai transaksi untuk e-commerce formal mencapai lebih dari Rp77 trilliun. Artinya, penerimaan negara bisa mencapai lebih dari Rp7 triliun hanya dari pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen dan ketaatan membayar 100 persen.
“Saat ini tidak sejalan, pajak transaksi tinggi tapi pertumbuhan penerimaannya tidak berimbang karena penerimaan masih dari sektor riil atau dari offline,” kata Nika dalam sebuah diskusi di gedung LIPI, Jakarta, Jumat, 13 Desember 2019.
Nika memaparkan, kontribusi e-commerce bagi perekonomian Indonesia cukup signifikan. Data dari McKinsey pada 2017, kata dia, memperkirakan nilai transaksi mencapai Rp117 triliun dan diprediksi masih akan meningkat empat kali lipat dalam lima tahun atau sekitar Rp800 triliun.
“Nilai itu akan lebih besar lagi, apalagi growth e-commerce kita tinggi, penyerapan tenaga kerja juga banyak yakni empat juta pada 2017 kemudian meningkat nanti menjadi 24 juta pada 2022. Belum lagi ditambah kontribusi terhadap PDB, kalau di e-commerce itu 30 persennya ada nilai tambah baru,” paparnya.
Terkait regulasi pajak e-commerce, lanjut Nika, Pasal 11 dalam PP80/2019 layak diterapkan dengan beberapa catatan seperti proses pendaftaran bisa secara online agar tidak ribet dan bisa melalui platform. Selain itu, pendampingan dan sosialisasi yang intensif terkait perpajakan juga perlu dilakukan. Inisiatif kemudahan perpajakan seperti pelaporan SPT yang dibuat secara otomatis juga tak kalah penting.
“Mereka yang malas bayar pajak itu mengaku ribet, seharusnya SPT dibuat otomatis kemudian ditawarkan ke penjual apakah SPT telah sesuai atau kelebihan bayar dan lain-lain tapi SPT pajak dari Ditjen Pajak,” tuturnya.
Marketplace di sosial media yang akan dapat perlakuan setara dalam implementasi PP80/2019 seperti dalam Pasal 7 dan Pasal 17 juga sangat baik untuk diterapkan. Penjual dari luar negeri pun mesti menjalankan kewajiban yang sama dengan penjual di Indonesia.
“Harus berizin dan bayar pajak, pasal ini lebih melindungi pengusaha dan produsen lokal,” sebutnya.
Upaya pemerintah mengedepankan perlindungan produk dan pengusaha lokal perlu didukung agar perekonomian nasional tumbuh berkelanjutan. Produksi barang dan jasa dalam negeri sudah semestinya diutamakan dengan meningkatkan daya saing dan menyediakan ruang promosi yang tertuang dalam ketentuan lebih rinci di tingkat Kementrian Perdagangan.
“Catatan kami, misalnya ruang promosi itu seperti apa, mengutamakan perdagangan dalam negeri itu seperti apa dan itu harus terukur, penerapan juga harus tegas, jika diperlukan ada reward and punishment,” pungkasnya.(msn)
Discussion about this post