[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menjelaskan, akan membentuk subholding yang terdiri atas beberapa klaster, di mana klaster ini akan berfokus kepada inti bisnis dari masing-masing perusahaan.
Terkait dengan jumlah anak perusahaan yang akan dibawahi dari masing-masing subholding, Erick menilai penentuannya tergantung dari strategi yang akan digunakan.
“Saya rasa konsep ke depan, kami bukan super holding ya tapi klaster-klaster merupakan subholding yang fokus kepada tadi core bisnisnya. Apakah subholding itu mempunyai 100 atau 10 anak perusahaan ya itu tergantung dari strateginya, karena itu makanya kita ingin memastikan merger, likuidasi, menjadi hal yang penting buat kita supaya ada kepastian,” ujar Erick di Gedung BUMN,.
Erick melanjutkan, kepastian ini dibutuhkan agar tahun ini BUMN dapat segera melakukan pengurangan terhadap perusahaan-perusahaan yang sudah tidak berfungsi.
“Contohnya, seperti direksi dan komisaris Garuda Indonesia yang telah menyampaikan ada 5 anak perusahaan yang sudah dipelajari tidak berfungsi, ya lebih baik kita tutup segera. Karena kan perusahan-perusahaan itu ada cost-nya,” lanjut Erick.
Hal inilah yang ke depannya akan menjadi fokus dari BUMN dalam melakukan merger. Terlebih, Erick mengatakan bahwa ia merasa senang karena selama empat bulan terakhir sudah ada banyak sekali direksi dan komisaris BUMN yang sudah mau menerapkan good corporate governance (GCG).
Pasalnya, apabila perusahaan tidak mau menerapkan GCG, Erick akan mencarikan solusi lain bagi mereka.
Untuk jumlah dari subholding yang akan dibentuk, Erick menginginkan agar masing-masing menteri dapat memegang setidaknya 7 subholding.
Namun, hal ini belum dapat dibicarakan lebih lanjut karena proses pemetaan masih berjalan. “Mapping 3 bulan cukup sejak peraturannya keluar,” paparnya.
Untuk proses merger sendiri, Erick tidak memberi patokan pasti apakah akan merujuk pada peraturan di dalam Omnibus Law atau Peraturan Pemerintah (PP). Apalagi, menurutnya proses merger tidak sesederhana hanya melakukan penggabungan dan penutupan bisnis. Lebih jauh, BUMN juga akan melihat model bisnis perusahaan, value change, serta value create dari perusahaan terkait.
Kemudian mengenai usulan merger, Erick mengutamakan agar usulan merger perusahaan diajukan oleh komisaris atau direksi perusahaan itu sendiri. Pasalnya, merekalah yang lebih mengetahui secara mendalam mengenai seluk-beluk perusahaannya.
“Diutamakan komisaris dan direksi yang mengajukan. Kan mereka yang day to day yang lebih ngerti, nggak mungkin sembarangan ambil keputusan merger tanpa lihat model bisnis atau penyerapan tenaga kerjanya, jangan sampai jadi isu lain lagi,” kata Erick. (msn)
Discussion about this post