Membangun infrastruktur dan mengirimkan ribuan guru ke berbagai daerah adalah langkah mengakselerasi pertumbuhan ekonomi luar Jawa demi keadilan dan pemerataan.
Kebangkitan nasional merupakan sebuah proses dialektika yang semestinya tak berhenti pada salah satu momentum sejarah. Perjalanan sejarah membutuhkan kebangkitan-kebangkitan baru, terutama ketika sebagian warga bangsa ada yang merasa ditinggalkan dan terkikis rasa kebangsaannya.
Di masa awal pemerintahan Jokowi-JK yang bermula pada 20 Oktober 2014, walaupun ada kemajuan, namun persoalan ketidakadilan dan belum meratanya pembangunan masih merupakan fakta yang tak terbantahkan.
Hal ini dapat dilihat dari berbagai proyek pembangunan fisik yang terpusat di pulau Jawa – sehingga memunculkan istilah pembangunan Jawa-sentris. Kontribusi pembangunan ekonomi yang dihitung berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) masih timpang antara Jawa dan luar Jawa. Tahun 2014, kontribusi PDB Jawa mencapai 57,5%, sedangkan 42,5% berasal dari luar Jawa – dan kontribusi Kawasan Timur Indonesia hanya 10,6%.
Dampaknya tercermin pula dalam hal pembangunan manusia. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2013/2014 menunjukkan jumlah Sekolah Dasar (SD) di Jawa mencapai 68.584. Bandingkan dengan Sumatera (35.125), Bali dan Nusa Tenggara (10.365), Sulawesi (15.872), dan Maluku serta Papua (6.413).
Sedangkan data fasilitas kesehatan berupa Puskesmas pada tahun 2013, berdasarkan data Badan Pusat Statistik menunjukkan jumlah Puskesmas di Jawa mencapai 3.574. Bandingkan dengan Sumatera (2.498), Bali dan Nusa Tenggara (640), Kalimantan (881), Sulawesi (1.253) dan Maluku serta Papua (849).
Kondisi inilah yang perlu diubah dan kini menjadi tekad dari Presiden Jokowi untuk mengakhiri orientasi Jawa-sentris dan menggantinya dengan Indonesia-sentris. Komitmen ini pertama kali dikemukakan bertepatan dengan Hari Pahlawan 10 November 2015 lalu, di Surabaya – “Perubahan ke arah Indonesia-sentris, bukan sekedar Jawa-sentris,” kata Presiden saat itu. Namun, sungguh tepat jika dilekatkan maknanya sebagai penanda kebangkitan nasional di tahun 2016 ini.
Sesungguhnya, Visi-Misi Nawacita, butir ketiga sudah menyatakan hal ini, yaitu komitmen untuk membangun Indonesia dari pinggiran. Pemerintah pun sudah berupaya besar-besaran guna meningkatkan produktivitas, daya saing, dan kesejahteraan masyarakat di luar Jawa melalui berbagai program pembangunan.
Salah satu yang paling gencar adalah pembangunan infrastruktur. Mulai dari jalan raya, jalan kereta api, pelabuhan laut, bandar udara hingga pasar. Dana sebesar Rp313,5 triliun digelontorkan pemerintah untuk membangun infrastruktur secara merata di seluruh Indonesia pada 2016. Harapannya, ketika semua itu sudah rampung, jarak dan ketimpangan antara Indonesia Barat dan Indonesia Timur, kian dekat. Sehingga kemajuan bersama dapat lebih cepat terwujud.
Mengingat keterbatasan anggaran, keran investasi pun dibuka dan diarahkan di luar Jawa. Pada tahun 2015 total investasi di Jawa yang sebesar Rp297 triliun masih lebih besar dibandingkan luar Jawa yang sebesar Rp249 triliun. Namun kenaikan di luar Jawa mencapai 25% (dari Rp200 triliun di tahun 2014) dibandingkan dengan Jawa yang mencapai 13% (dari Rp263 di tahun sebelumnya).
Secara keseluruhan, proporsi investasi di Jawa dan luar Jawa pada tahun 2015 menjadi sebesar 54% berbanding 46% atau menjadi lebih seimbang dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 57% berbanding 43%.
Dari sisi pembangunan manusia, pemerintah telah mulai menggerakkan ribuan tenaga pengajar untuk menghasilkan manusia-manusia Indonesia berkualitas dari berbagai penjuru. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, telah merekrut 7.000 Guru Garis Depan untuk dikirimkan ke daerah terdepan, terluar, tertinggal (3T), di 93 kabupaten yang tersebar di 28 provinsi.
Tak hanya itu, untuk pulau-pulau terluar dan kawasan perbatasan, yang selama ini sulit dijangkau, pemerintah telah mulai dengan program akselerasi pembangunan ekonomi. Hal ini misalnya dapat dilihat program Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Perum Perikanan Indonesia (Perindo) yang telah berhasil melakukan ekspor perdana 24 ton ikan Muroaji dari Tahuna – salah satu kawasan pulau terluar di Indonesia – dengan tujuan Jepang, pada tanggal 12 Mei 2016 lalu.
Tentu masih banyak pekerjaan rumah lain yang harus dikerjakan untuk menciptakan keadilan dan pemerataan, dan lompatan ke depan untuk bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Untuk itu, perlu keterlibatan kita semua untuk mewujudkannya.