[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-alam sejarah bangsa Indonesia, kemandirian seringkali menjadi gagasan yang sering dibicarakan. Kekuatan ekonomi yang paripurna didefinisikan sebagai keadaan tidak bergantung kepada negara lain. Untuk itu dilakukan berbagai langkah untuk mewujudkan keinginan tersebut.
Ketergantungan kepada negara lain mempunyai banyak bentuk. Dalam sisi ekonomi, utang luar negeri seringkali dianggap sebagai salah bentuk ketergantungan. Berbagai pihak menganggap utang yang dimiliki Indonesia berada dalam posisi yang membahayakan. Bahkan timbul keinginan untuk membangun perekonomian Indonesia tanpa berutang.
Suatu hal yang mulia sesungguhnya mewujudkan negara tanpa utang, namun kapal seringkali tak berjalan sesuai keinginan nakhoda. Seribu jalan menuju Roma, walaupun berbeda tetap satu tujuan. Untuk menuju pulau tujuan, pengemudi kapal harus mempertimbangkan banyak sisi untuk mewujudkannya. Arah angin yang berubah, kondisi lautan yang membadai, dan mesin kapal memerlukan perbaikan menyebabkan nakhoda harus sigap dengan segala kemungkinan.
Seruan itu bisa jadi salah satu bentuk kepedulian kepada bangsa. Posisi utang Indonesia, masih dalam koridor yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Total utang pemerintah hingga Januari 2019 adalah Rp4.498,56 triliun. Bila disandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB), rasio utang mencapai 30,1%. Mengacu pada Undang-Undang (UU) 17/2013 tentang Keuangan Negara, batas maksimal rasio utang adalah 60% dari PDB. Dengan demikian, utang Indonesia masih dianggap aman.
Keputusan untuk mengambil utang, telah dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya oleh pemerintah. Pemerintah selalu menimbang asas manfaat serta besaran PDB. Saat ini, perekonomian Indonesia, berdasarkan PDB, menunjukkan peningkatan yang berarti. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan PDB Indonesia pada tahun 2018 mencapai Rp14.837,4 triliun. Indonesia telah masuk sebagai 20 negara dengan PDB terbesar di dunia.
PDB sebesar itu mengindikasikan Indonesia mempunyai potensi ekonomi yang sangat besar. Bila dikelola dengan benar, harapannya kita akan mampu berdiri sejajar dengan negara-negara besar lainnya serta mewujudkan tujuan kemerdekaan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Memaksimalkan Potensi
Kemandirian selalu dimulai dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh diri sendiri. Bangsa Indonesia terkenal selain dengan Sumber Daya Alam (SDA) yang luar biasa, juga dikenal dengan sifat gotong royongnya. Sejarah perjuangan bangsa kita selalu ditulis dengan semangat kebersamaan dalam mencapai tujuan.
Salah satu tujuan bangsa Indonesia adalah mencapai kemakmuran. Kemakmuran tercapai bila salah satu indikasinya tercapai yaitu semua unsur merasakan pembangunan yang merata. Untuk itu diperlukan sumber pendanaan untuk pembangunan. Sumber pendanaan tersebut berasal dari pendapatan negara yang terdiri Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan Hibah.
Penerimaan Perpajakan berasal dari Penerimaan Kepabeanan dan Cukai serta Penerimaan Pajak. PNBP berasal dari Pendapatan Sumber Daya Alam (SDA), Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU), Pendapatan dari Kekayaan Negara (KN) yang dipisahkan, serta PNBP lainnya. Pendapatan Hibah adalah penerimaan Pemerintah Pusat dalam bentuk uang, barang, jasa dan/atau surat berharga yang diperoleh dari Pemberi Hibah yang tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri.
Walaupun Indonesia terkenal dengan SDA yang melimpah, namun Pendapatan Negara yang berasal dari Pendapatan SDA belum cukup untuk membiayai seluruh pengeluaran negara. PNBP yang berasal dari Pendapatan SDA pada tahun 2018 sekitar Rp.180 triliun. Pendapatan Negara pada tahun tersebut sekitar Rp.1.940 triliun.
Utang negara timbul karena Pendapatan Negara belum cukup untuk membiayai pengeluaran negara. Saat ini, sumber Pendapatan Negara terbesar berasal dari Penerimaan Pajak. Realisasi Penerimaan Pajak pada tahun 2018 mencapai Rp1.315,9 triliun. Ini berarti sekitar 70 persen Pendapatan Negara berasal dari pajak.
Untuk memaksimalkan pengelolaan potensi ekonomi, diperlukan sarana dan prasarana yang berkualitas. Salah satunya adalah pembangunan infrastruktur. Walaupun Penerimaan Pajak telah sangat besar, namun pada realitasnya belum cukup untuk memenuhi seluruh pengeluaran negara.
Oleh karenanya, potensi yang dimiliki negara kita dalam mengurangi utang adalah melalui pajak. Ini bisa ditempuh dengan menjadikan pajak sebagai salah satu fokus paling penting dari kebijakan negara. Sadar pajak harus menjadi budaya. Di saat sumber pendapatan lain belum bisa semaksimal penerimaan pajak, maka seharusnya pentingnya pajak harus menjadi kesadaran bersama.
Pendekatan Manfaat
Kemandirian dapat terwujud dengan adanya kebersamaan. Bagaikan lidi, bila hanya sebatang, tak akan dapat mencapai fungsinya secara maksimal. Namun, bila terdiri dari beratus-ratus batang, maka tujuan yang diinginkan dapat terwujud bukan hanya secara maksimal, namun juga lebih cepat. Seperti itulah tujuan kemandirian, bila hanya mengandalkan kesadaran orang per orang, maka akan sulit tercapai. Namun, bila telah menjadi kesadaran bersama seluruh komponen dalam bangsa, maka akan lebih mudah terwujud.
Seperti yang telah penulis kemukakan sebelumnya, mewujudkan kemandirian memerlukan perencanaan jangka panjang dan juga sumber Pendapatan Negara. Utang negara timbul, salah satu penyebabnya, adalah karena sumber Pendapatan Negara belum dapat memenuhi kebutuhan. Penerimaan terbesar saat ini berasal dari pajak. Namun, itu juga belum cukup untuk memenuhi kebutuhan negara.
Salah satu masalah yang cukup mendasar adalah tax ratio yang masih rendah. Tax ratio berkaitan erat dengan kepatuhan Wajib Pajak. Sistem pajak di Indonesia menganut Self Assessment System. Sistem ini memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), menghitung, memperhitungkan, dan melaporkan pajaknya sendiri. Oleh karenanya, kesadaran tentang pentingnya menjalankan hak dan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak akan mendukung keberhasilan penerimaan pajak yang maksimal.
Saat ini, tax ratio Indonesia masih berkisar di angka 11 persen. Bank Dunia menyatakan standar tax ratio yang bagus adalah 15 persen. Berarti ada gap yang memerlukan kepedulian bersama. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai institusi yang diberikan amanah dalam pengumpulan penerimaan pajak tidak dapat bekerja sendiri. Perlu dukungan dari seluruh masyarakat.
Dukungan dari masyarakat dapat terwujud, salah satunya, melalui Benefit Approach (Pendekatan Manfaat). Hasil pengumpulan pajak harus memberikan manfaat maksimal yang dapat dirasakan masyarakat secara langsung. Upaya ini terus diwujudkan melalui pembangunan, porsi anggaran yang besar untuk beberapa sektor, dan berbagai upaya lainnya.
Pendekatan manfaat sangat pas untuk mewujudkan kesadaran bersama. Bila mereka belum teredukasi secara benar tentang manfaat pajak, maka kesadaran akan lebih sulit diwujudkan. Jalan masih jauh, namun bergenggaman tangan bersama akan menjadi modal utama kita.
Sudah saatnya kita bangkit bersama mewujudkan cita-cita kemandirian!
*)tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
(katadata)
Discussion about this post