KeuanganNegara.id– Harga minyak dunia merosot pada perdagangan Selasa (3/9), waktu AS. Pelemahan dipicu oleh lesunya aktivitas industri AS dan Eropa yang mengerek kekhawatiran terhadap pelemahan ekonomi global. Selain itu, perang dagang AS-China juga masih menekan sentimen investor.
Rabu (4/9), harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) turun US$1,16 atau 2,1 persen menjadi US$53,94 per barel. Selama sesi perdagangan berlangsung, harga WTI sempat tertekan ke level US$52,84 per barel atau level terendahnya sejak 9 Agustus 2019.
Pelemahan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka Brent sebesar US$0,4 atau 0,7 persen menjadi US$58,26 per barel, setelah tertekan ke level US$57,23 per barel.
Harga minyak terus melemah menyusul rilis data aktivitas manufaktur AS pada Agustus lalu yang mengalami kontraksi untuk pertama kalinya dalam tiga tahun terakhir.
Kedua negara, sambung Trump, bakal kembali bertemu untuk melanjutkan negosiasi perdagangan pada bulan ini. Dalam data terpisah, aktivitas manufaktur di Uni Eropa pada Agustus lalu juga masih mengalami kontraksi selama tujuh bulan berturut-turut.
“Penurunan tersebut terus menekan proyeksi pertumbuhan permintaan minyak,” ujar Partner Again Capital John Kilduff di New York.
Harga minyak telah merosot sekitar 20 persen sejak menyentuh level tertingginya pada April 2019. Pelemahan disebabkan oleh kekhawatiran perang dagang yang akan menekan permintaan minyak.
Pada Selasa (3/9), Presiden AS Donald Trump menyatakan pembicaraan perdagangan antara AS dan China berjalan lancar. Meski demikian, ia memperingatkan bakal lebih keras dalam negosiasi jika pembahasan berlarut-larut hingga periode pemerintahan keduanya.
Berdasarkan informasi kantor berita Xinhua yang dikutip Reuters, Wakil Perdana Menteri China Liu He secara tegas menentang perang dagang.
Pada Minggu (1/9) lalu, AS mulai mengenakan tarif sebesar 15 persen terhadap sejumlah produk impor asal China. Di saat yang sama, China juga mulai mengenakan tarif impor baru terhadap minyak mentah asal AS.
Dari sisi pasokan, data internal dan Refinitiv Eikon menunjukkan ekspor minyak Venezuela merosot pada Agustus lalu ke level terendah untuk tahun ini akibat ketatnya pemberlakuan sanksi AS.
Sementara, produksi minyak Rusia pada bulan lalu naik menjadi 11,29 juta barel per hari (bph), tertinggi sejak Maret. Realisasi tersebut di atas komitmen Rusia dalam kesepakatan pemangkasan produksi Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).
“Tekanan terhadap harga bertambah hari ini oleh indikasi akhir pekan lalu yang menunjukkan kenaikan produksi OPEC secara bulanan untuk pertama kalinya tahun ini. Sementara, Rusia juga dilaporkan telah memproduksi minyak di atas kuota yang disepakati,” ujar Pimpinan Ritterbusch and Associates Jim Ritterbusch.
Lebih lanjut, Chief Executive Baker Hughes Lorenzo Simonelli menilai ke depan harga minyak kemungkinan akan tetap tertahan di batas tertentu. (cnn)
Discussion about this post