KeuanganNegara.id– Saat ini, anggaran riset Indonesia (Gross on Research and Development, GERD) baru mencapai 0,25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Namun demikian, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pemerintah terus meningkatkan anggaran riset menuju jumlah idealnya. Salah satunya melalui Dana Abadi Riset yang dianggarkan dalam APBN atau #UangKita.
Salah satu penyebab dana riset kurang berdampak adalah karena dana riset selama ini tersebar di 52 Kementerian/Lembaga (K/L) yang memiliki kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang). Selain terfragmentasi, penggunaan anggaran riset yang betul-betul didedikasikan untuk kegiatan riset semakin terbatas.
Menkeu menekankan pentingnya pemanfaatan dana riset secara optimal agar dapat dimanfaatkan untuk mengatasi sebuah permasalahan. Menkeu berpesan agar anggaran riset yang dialokasikan jangan sampai habis untuk administratif atau belanja perjalanan dinas.
“Jika (dana riset) dikelola oleh K/L yang mindset-nya hanya birokratis dan bukan dalam rangka menyelesaikan masalah atau meng-address suatu isu, maka anggaran (riset) yang besar tidak mencerminkan kemampuan dan kualitas untuk bisa menghasilkan riset,” ujarnya.
Menkeu menekankan, alokasi anggaran riset harus memperhatikan beberapa hal seperti harus bisa terukur, baik hasilnya, tema prioritasnya maupun akuntabilitasnya.
“Diharapkan riset ini bisa diukur, baik dari sisi hasilnya, sisi temanya yang memang merupakan prioritas, serta dari sisi akuntabilitas kepada masyarakat,” tegasnya.
Senada dengan hal ini, Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemenristekdikti Muhammad Dimyati membeberkan sejumlah persoalan yang berhasil dipetakan Kemenristekdikti terkait perkembangan riset. Selain persoalan anggaran dan pengelolaannya, terdapat beberapa tantangan lainnya seperti Sumber Daya Manusia (SDM) dan perangkat infrastruktur penelitiannya.
“Pertama, masalah sumber daya, baik manusianya, maupun perangkat infrastruktur penelitiannya,” jelas Dimyati.
Kedua, banyaknya hasil penelitian yang tidak sejalan dengan kebutuhan industri. “(Akibatnya), hasil penelitian tidak pernah bisa dihilirkan menjadi produk yang bisa dimanfaatkan masyarakat,” sesalnya.
Lebih jauh, Dimyati mengungkapkan, dari sekian banyak institusi yang melakukan riset, tidak jarang riset yang dihasilkan saling bertumpang tindih. “(Bahkan), kadang-kadang riset itu betul-betul copy paste dengan riset yang diadakan di litbang K/L. Jadi tidak satu framework,” ungkapnya (kemenkeu)
Discussion about this post