KeuanganNegara.id- Bank Indonesia (BI) menurunkan aturan uang muka melalui kebijakan pelonggaran Loan to Value (LTV), baik untuk kredit kendaraan bermotor maupun kredit properti. Penurunan uang muka masing-masing sebesar 5-10 persen untuk kredit otomotif dan 5 persen untuk kredit properti.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut uang muka diturunkan demi merangsang permintaan kredit kendaraan bermotor dan properti. Ketentuan ini akan berlaku efektif mulai 2 Desember 2019 mendatang.
Pendiri LBP Institute Lucky Bayu Purnomo membenarkan kebijakan makroprudensial akan memberi dampak positif kepada permintaan properti dan kendaraan bermotor. Pasalnya, salah satu pertimbangan mendasar konsumen atawa calon debitur sebelum mengambil kredit adalah uang muka.
Tentu, sektor perbankan menjadi sektor pertama yang mendapat berkah dari kebijakan BI tersebut. Alasannya sederhana, karena perbankan merupakan pemberi kredit, otomotif maupun properti. Jika uang muka turun, kemungkinan permintaan kredit menjadi lebih menggeliat.
Pada penutupan perdagangan pekan lalu, seluruh saham perbankan di atas terpantau kompak melemah bersama Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang turun sebesar 0,21 persen ke level 6.231.Karenanya, ia merekomendasikan empat saham perbankan BUMN, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN). Saham bank swasta nomor wahid PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga layak dikoleksi.
Dari kelima perbankan tersebut, BRI tercatat paling banyak menggelontorkan kredit pada semester I 2019, sebesar Rp888,32 triliun, tumbuh 11,84 persen dari Rp794,3 triliun pada semester I 2018. Disusul Bank Mandiri sebesar Rp835,1 triliun atau naik 9,52 persen dari Rp762,5 triliun. Lalu, BCA yakni Rp565,23 triliun, tumbuh 11,5 persen dari Rp551,15 triliun.
Lebih lanjut, kredit BNI sebesar Rp539,23 triliun atau tumbuh 20 persen dari Rp457,81 triliun, dan terakhir BTN sebesar Rp251,04 triliun atau meningkat 18,78 persen dari Rp211,35 triliun. “Rata-rata pertumbuhannya bisa mencapai 15 persen secara full year,” imbuh Lucky.
Kinerja kredit yang diproyeksi membaik membuat saham-saham perbankan tersebut makin menarik. Ia mengatakan sentimen pelonggaran LTV menjadi katalis positif bagi saham perbankan, sehingga berpotensi menguat. Namun, koreksi itu boleh dibilang wajar, sehingga pelaku pasar masih bisa melakukan akumulasi beli. Dalam jangka pendek, saham tersebut diperkirakan kembali bangkit.
Saham BRI tercatat turun 1,42 persen ke level Rp4.160 per saham. Dalam jangka pendek, saham BRI berpeluang menguat dengan target harga Rp4.276.
Sementara itu, saham Bank Mandiri turun 0,35 ke Rp7.075 per saham. Target harga saham Bank Mandiri, yakni Rp7.273. Lalu, saham BNI jatuh cukup dalam 1,61 persen ke Rp7.650 per saham. Target harga saham BNI dalam jangka pendek di posisi Rp7.864.
Saham BCA juga turun 0,66 persen ke Rp29.950 per saham. Target saham BCA di posisi Rp30.7788. Hanya saham BTN yang terpantau tak bergerak di posisi Rp2.260 per saham. Target harga saham BTN di level Rp2.323 dalam jangka pendek.
“Fundamental perusahaan tergolong relatif kuat dan sektor perbankan berada di atas rata-rata pertumbuhan IHSG,” tuturnya.
Tak cuma karena kebijakan uang muka murah, saham perbankan juga mendapat berkah dari penurunan suku bunga acuan BI sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,25 persen pada Kamis (19/9) silam.
Analis PT Capital Asset Management Desmon Silitonga mengatakan penurunan suku bunga acuan akan diikuti oleh penurunan suku bunga simpanan. Nah, ketika bunga simpanan turun, maka biaya dana (cost of fund) perbankan turut melandai.
Penurunan suku bunga acuan juga bakal direspons industri dengan pemangkasan suku bunga kredit. Ini membutuhkan transmisi lebih lama ketimbang penyesuaian bunga simpanan.(cnn)
Discussion about this post