[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pelemahan kinerja manufaktur berskala besar dan sedang pada kuartal III 2019 dikarenakan lesunya ekonomi global. Perekonomian global yang loyo membuat permintaan terhadap barang manufaktur ikut terkoreksi.
“Tentu, secara global memang terjadi, dan itu world wide (secara global) tentu berpengaruh ke pasar-pasar yang memang demand (permintaan) di luar negeri agak turun,” katanya.
Selain perlambatan ekonomi global, ia bilang beberapa negara mulai memberlakukan proteksionisme dagang. Salah satunya, Vietnam yang memberlakukan aturan impor mobil completely built up (CBU).
Dalam aturan itu, Vietnam mewajibkan setiap perusahaan yang melakukan impor mobil baru utuh, untuk mencantumkan vehicle type approval (VTA) dari negara asal.
“Jadi mereka berharap kami merakit di sana, bukan dalam bentuk CBU. Hal-hal ini yang harus kami antisipasi,” ucapnya.
Atas kondisi itu, ia bilang pemerintah akan mencari alternatif komoditas manufaktur sebagai pengganti komoditas ekspor yang tersendat. Harapannya, komoditas alternatif itu bisa mengkompensasi lesunya kinerja manufaktur.
“Artinya, kami harus cari komoditas-komoditas utama dan komoditas-komoditas yang bisa mengganjal itu,” tuturnya.Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan industri manufaktur besar dan sedang cuma 4,35 persen atau turun dari periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy) sebesar 5,04 persen.
Jenis industri yang mengalami penurunan produksi secara tahunan paling tinggi adalah industri barang logam, bukan mesin dan peralatannya sebesar 22,95 persen.
Namun demikian, kinerja industri manufaktur secara kuartal membaik. Tercatat, industri manufaktur tumbuh sebesar 5,13 persen secara kuartalan dibandingkan kuartal II 2019 yang terpantau tumbuh minus 1,91 persen. (cnn)
Discussion about this post