KeuanganNegara.id– Pemerintah melalui Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 39 Tahun 2017 tentang Uang Kuliah Tunggal (UKT) menetapkan besaran biaya yang ditanggung setiap mahasiswa per semester berdasarkan kemampuan ekonominya. Bagi mahasiswa yang secara ekonomi tidak mampu, tidak dikenakan uang pangkal atau pungutan lain selain UKT.
Lebih lanjut Menristekdikti menjelaskan pimpinan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dapat memberikan keringanan dan menetapkan ulang besaran UKT mahasiswa. Keputusan itu diambil ketika terdapat ketidaksesuaian kemampuan ekonomi atau saat mahasiswa mengalami perubahan kondisi ekonomi sehingga dapat memberatkan pembayaran UKT tiap semesternya.
“UKT itu ada levelnya, biaya kuliah yang ditanggung setiap mahasiswa itu berbeda-beda. Ini adalah bentuk keringanan yang diberikan sesuai dengan kemampuan ekonomi masing-masing mahasiswa,” jelas Menteri Nasir pada konferensi pers di Gedung D Kemenristekdikti, Senayan, Jumat (26/7/2019).
Selanjutnya, PTN tidak menanggung biaya yang terdiri atas biaya yang bersifat pribadi, biaya pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN), biaya tempat tinggal mahasiswa baik di asrama maupun di luar asrama, juga kegiatan pembelajaran dan penelitian yang dilaksanakan secara mandiri
Untuk memperkuat Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 39 Tahun 2017, Pemerintah melalui Surat Edaran Menristekdikti No. B/416/M/PR.03.04/2019 mengatur pungutan uang pangkal atau pungutan lain selain UKT maksimum sebesar 30% dari mahasiswa baru program diploma dan program sarjana bagi mahasiswa asing, mahasiswa kelas internasional, mahasiswa yang melalui jalur kerja sama, dan mahasiswa yang melalui seleksi jalur mandiri. Tentunya besaran pungutan ini tetap memperhatikan kemampuan ekonomi mahasiswa.
*Pengenalan Kehidupan Kampus Tidak Boleh Ada Kekerasan dan Mahasiswa Diedukasi akan Bahaya Paham Radikalisme*
Selain Uang Kuliah Tunggal (UKT), mahasiswa baru seringkali bingung terkait mekanisme Pengenalan Kehidupan Kampus. Banyak yang beranggapan bahwa kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus masih diisi kegiatan perpeloncoan, senioritas, dan hal negatif lainnya.
Menristekdikti menegaskan dalam penerimaan mahasiswa baru tidak boleh ada kekerasan baik fisik maupun psikologis kepada mahasiswa baru selama masa pengenalan kampus. Kemenristekdikti melalui Surat Edaran Panduan Umum Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) Tahun 2018 mengatur kegiatan pengenalan kampus ini agar diisi dengan kegiatan yang bersifat edukatif, sebagai sarana pembinaan dan adaptasi lingkungan pendidikan tinggi.
“Kegiatan pengenalan kehidupan kampus tidak boleh lagi ada kekerasan, apabila terjadi rektor dan direktur politeknik harus bertanggung jawab. Jangan sampai terjadi hal-hal seperti ini,” tegasnya.
Perguruan tinggi bertanggung jawab melaksanakan kegiatan PKKMB agar diisi dengan materi tentang pengenalan kehidupan kampus baik akademik maupun non akademik—seperti kemampuan berpikir kritis, berpikir kreatif, komunikasi dan kerja sama—untuk menghadapi tantangan di era industri 4.0 saat ini.
Kegiatan PKKMB ini dilaksanakan selama 4 sampai 7 hari, dimulai pukul 07.00 dan berakhir maksimal pukul 17.00. Kegiatannya dapat berbentuk ceramah, latihan keterampilan dan diskusi, tugas mandiri, kunjungan langsung, penyelenggaraan pameran, permainan, studi kasus, atau praktik langsung dengan memanfaatkan media kreatif/teknologi informasi yang familiar dengan generasi milenial.
Mahasiswa baru pun perlu dikenalkan pada bahaya radikalisme. Kampus perlu mencegah dan menangkal radikalisme sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 tahun 2018 tentang Rencana Aksi Nasional Bela Negara, dan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 55 tahun 2018 tentang Pembinaan Ideologi Pancasila Dalam Kegiatan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi.
Melalui dua regulasi ini, perguruan tinggi bertanggung jawab melaksanakan pembinaan ideologi Pancasila bagi mahasiswa dalam kegiatan kemahasiswaan di perguruan tinggi. Kegiatan itu dapat diisi dengan peningkatan pemahaman, penghayatan dan pengamalan empat konsensus dasar berbangsa dan bernegara (Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika), penanaman wawasan ke¬bangsaan, kesadaran bela negara, pencegahan, penanggulangan dan penyalahgunaan narkoba, anti radikalisme, anti korupsi, anti plagiarisme.
Turut hadir dalam kesempatan tersebut Sesjen Kemenristekdikti Ainun Naim, Sesditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Rina Indiastuti, serta Kepala Biro Kerjasama dan Komunikasi Publik Kemenristekdikti Nada D.S Marsudi. (jpp)
Discussion about this post