KeuanganNegara.id- Pemerintah bakal mempercepat penerapan program pencampuran biodiesel 30 persen pada minyak Solar (B30). Hal itu menjadi salah satu upaya pemerintah untuk memperkecil defisit neraca perdagangan dengan mengurangi impor minyak.
Sedianya, penerapan program tersebut berlaku mulai tahun depan. Namun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebut pemerintah ingin menerapkannya paling lambat November mendatang.
“Memang (penerapan B30) awal 2020 tapi kan kita bisa coba (dipercepat), (B30) bisa (diterapkan) di November,” ujar Darmin di Gedung DPR, Kamis (28/8). Darmin mengungkapkan uji jalan B30 akan selesai pada pertengahan September 2019. Sejauh ini, lanjutnya, belum ada hambatan berarti menjelang uji coba tersebut. Setelah itu, pemerintah perlu waktu untuk membahas hasil uji jalan tersebut.
“Paling lambat November (B30) juga bisa (diterapkan),” ujarnya. Menurut Darmin, penerapan B30 bakal mengurangi impor Solar sekitar 3 juta kiloliter (kl) per tahun. Selain itu, B30 juga bisa menjadi alternatif pemanfaatan minyak kelapa sawit di tengah hambatan dagang yang diterapkan Uni Eropa.
Sebelumnya, Uni Eropa menerbitkan Delegated Regulation Supplementing Directive of The UE Renewable Energy Directive (RED) II yang mengklasifikasikan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oils/CPO) sebagai komoditas yang tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi.
Konsekuensinya, konsumsi CPO untuk biofuel atau Bahan Bakar nabati (BBN) akan dibatasi pada kuota saat ini hingga tahun 2023. Selanjutnya, konsumsi CPO untuk biofuel akan dihapuskan secara bertahap hingga menjadi nol persen pada 2030.
Terakhir, Uni Eropa melanjutkan pengenaan bea masuk anti subsidi (BMAS) sebesar 8 persen hingga 18 persen terhadap impor biodiesel asal Indonesia pada bulan ini. Meski implementasi B30 bisa dipercepat, namun langkah pemerintah untuk menerapkan B100 masih sangat jauh. Pasalnya, penerapan B100 membutuhkan investasi yang besar.
Darmin mengungkapkan sejatinya studi kelayakan produksi B100 telah dilakukan oleh beberapa perusahaan pengolah kelapa sawit. Berdasarkan studi tersebut, nilai investasi swasta dalam memproduksi B100 secara berkelanjutan bisa mencapai US$20 miliar.
“B100 itu investasinya agak khusus. Itu teknologinya lain dan begitu investasi mungkin tiga sampai empat tahun baru keluar hasilnya,” lanjut Darmin. Sehingga, pemerintah kemungkinan akan mengkaji penerapan pencampuran biodiesel 65 persen terhadap Solar (B65) sebelum melangkah lebih jauh ke B100. Darmin mengatakan, setidaknya butuh lima tahun lagi agar Indonesia bisa menjalankan B100. “Mudah-mudahan lima sampai enam tahun dari sekarang kita (Indonesia) bisa menghasilkan B100 sebanyak 7 juta kl,” tuturnya. (cnn)
Discussion about this post