[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id– Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menargetkan perubahan nomenklatur akan rampung setidaknya dalam dua hingga tiga pekan. Pada 15 November, Presiden Joko Widodo akan menyampaikan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) untuk seluruh kementerian/lembaga (K/L) beserta pelaksanaan perubahannya.
Hal itu diungkapkan usai menghadiri rapat kabinet di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (24/10) hari ini.
Seperti diketahui, empat nomenklatur kementerian yang berubah antara lain, Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Maritim menjadi Kemenko Maritim dan Investasi. Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) akan dilebur ke Kementerian Pariwisata menjadi Kementerian Ekonomi Kreatif dan Pariwisata.
Selain itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan bernama Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Pendidikan Tinggi (Kemendikbuddikti).
Pemerintah juga membentuk Badan Riset dan Teknologi. Awalnya, Riset dan Teknologi dilebur dalam Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kementistekdikti) di periode pertama pemerintahan Jokowi.
“Rencananya ada penyampaian dokumen anggaran 2020 menggunakan K/L baru, karena UU APBN ditetapkan masih pakai kabinet lama. Maka itu perubahan harus selesai setidaknya dalam dua minggu,” ujar Sri Mulyani.
Kementerian yang mengalami perubahan nomenklatur harus menyelesaikan masa transisi dengan cepat agar tidak terjadi keterlambatan dalam penggunaan anggaran.
Secara rinci dipaparkan, para menteri/kepala lembaga harus membahas dan mempelajari anggaran secara internal. Untuk beberapa K/L yang mengalami perubahan besar, para pucuk pimpinan diminta berdiskusi dengan mitra komisi terkait di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Kemudian, menetapkan perubahan di dalam anggaran DIPA sebelum 15 November.
Terkait realisasi APBN 2019, pemerintah berfokus menjalankan program-program yang sudah ditetapkan hingga sisa waktu dua bulan ke depan sampai akhir tahun.
“Untuk 2019 kan tinggal dua bulan. Jadi diharapkan untuk seluruh K/L, terutama kementerian (dengan nomenklatur) baru untuk bisa betul-betul melihat agar momentum keseluruhan pelaksanaan APBN 2019 tetap bisa dijalankan,” paparnya.
Menanggapi perubahan nomenklatur, Ekonom menilai perubahan nomenklatur kementerian hendaknya tetap disertai dengan kebijakan yang tepat sasaran dengan tujuan pembangunan. Perubahan nomenklatur tak ubahnya hanya perubahan nama belaka, jika tak dibarengi dengan kebijakan yang bisa mengakomodasi tujuan pemerintah.
“Jadi bukan sekadar perubahan nama, tetapi ada jiwanya, yaitu sinergi kebijakan yang harus jadi tujuan utama dari perubahan nomenklatur,” ujar Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam.
Pieter mengatakan penambahan bidang investasi di dalam Kemenko Kemaritiman merupakan kebijakan yang tepat untuk mengoptimalkan kinerja penanaman modal. Dengan catatan, perubahan diiringi dengan sinergi dan kebijakan yang tepat.
“Positifnya adalah dengan posisi kementerian di bawah kemenko, merupakan upaya untuk mendorong investasi melalui koordinasi antar kementerian. Jadi lebih baik, karena dia di bawah satu komando,” ujarnya.
Ia juga menilai rencana penyatuan Bekraf ke Kementerian Pariwisata sudah tepat. Pasalnya, sektor pariwisata perlu dukungan inovasi dan kreatifitas. Indonesia, sambung dia, tak bisa hanya mengandalkan keunggulan wisata untuk bisa bersaing di kancah internasional.
“Jadi harus ada kegiatan atau event yang dibuat, dan ini erat sekali dengan ekonomi kreatif . Secara keseluruhan, sinergi kebijakan ini sudah tepat, tinggal bagaimana jiwanya,” katanya.
Di sisi lain, ia menuturkan perubahan nomenklatur akan memiliki konsekuensi perubahan anggaran. Dalam hal ini, ia meyakini tidak dibutuhkan perubahan APBN karena bisa diakomodasi dari pos anggaran lain-lain maupun anggaran tak terduga.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai penempatan investasi di Kemenko Kemaritiman karena Jokowi ingin menggenjot investasi pada sektor maritim yang cenderung terbengkalai. Tak banyak investasi yang mengalir kepada sektor yang justru menguasai dua per tiga wilayah Indonesia ini.
Kendati demikian, perubahan nomenklatur ini memiliki tantangan ke depan. Pasalnya, pada periode pemerintahan sebelumnya, strategi investasi lebih banyak berorientasi strategi di kawasan industri daratan.
Dengan demikian, jika tujuannya untuk menggenjot investasi di sektor maritim maka dibutuhkan instrumen dan kebijakan infrastruktur yang berorientasi maritim, tidak hanya terbatas tol laut.
“Yang menjadi lebih tantangan adalah, apakah kalau sudah digabung investasi itu akan naik? Karena bagi investor mereka tidak melihat digabung atau tidak tapi dukungan riil nya apa?” ucapnya.
Terkait dengan Bekraf ke Kementerian Pariwisata, ia menilai hal tersebut pernah berlaku di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sehingga tak akan kendala berarti ke depannya.
Akan tetapi, ia menuturkan upaya penggabungan pada masa SBY tersebut juga tak berdampak signifikan lantaran jumlah turis asing yang berkunjung ke Indonesia tak meningkat tajam. Ia harap, Jokowi bisa belajar dari catatan sebelumnya sehingga rencana penggabungan tersebut bisa betul-betul berdampak kepada sektor pariwisata.
Terlepas dari perubahan nomenklatur dari dua kementerian tersebut, baik Pieter dan Eko justru berharap peleburan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.
Eko menduga salah satu titik kelemahan perdagangan dan industri Indonesia, adalah faktor koordinasi yang panjang antar dua kementerian yang notabene kebijakannya saling terkait.
“Paling urgent (penting) kalau masih bisa dipikir ulang, saya harap Kementerian Perindustrian gabung dengan Kementerian Perdagangan, sehingga apa yang harus dibuka dan dilindungi dalam negeri terkoneksi. Jadi, kita tahu seberapa besar kekuatan kita untuk dorong produk domestik atau bendung produk luar negeri,” ujarnya. (cnn)
Discussion about this post