KeuanganNegara.id– Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diramalkan dapat mendarat di level 7.000 di penghujung tahun ini. Pasalnya, valuasi indeks yang dinilai cukup murah dapat menarik minat pasar untuk berbelanja saham.
Umumnya, pelaku pasar bisa melihat mahal atau tidaknya harga suatu saham dari rasio harga saham terhadap pendapatan (price to earning ratio/PER) dan rasio harga saham terhadap nilai buku (price to book value/PBV).
Direktur Utama Sucorinvest Asset Management Jemmy Paul Wawointana mengatakan, secara teknis, PER dan PBV IHSG cukup rendah. Untuk PER, misalnya, saat ini berada di kisaran 16 kali atau terendah sejak 2014 lalu.
“Price to book value IHSG juga terendah sejak 2015 lalu dan kalau ingin menengok ke belakang lagi bisa terendah dalam 10 tahun-12 tahun,” ujar Jemmy, Kamis (8/8).
Investor, sambung Jemmy, biasanya akan mengincar saham-saham yang harganya masih di bawah harga pasar atau murah (undervalued). Buntutnya, IHSG secara perlahan akan terangkat ditopang aksi beli pasar.
“Lalu juga dari aliran modal asing, mereka sudah keluar dua sampai tiga tahun terakhir. Jadi ini masuk lagi dan kami lebih optimistis karena valuasi IHSG yang murah,” jelas dia.
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), pelaku pasar asing tercatat beli bersih (net buy) sejak awal tahun hingga perdagangan terakhir (year-to-date) sebesar Rp64,87 miliar. Sementara, khusus Kamis (8/8), asing net buy sebesar Rp256,74 miliar.
Sebagai catatan, IHSG sempat berada dalam tren penurunan beberapa waktu terakhir. Bahkan, indeks sempat amblas hingga ke area 6.119 pada perdagangan Selasa (6/8) kemarin atau ke level terendah dalam satu bulan terahir.
Jika diakumulasi, IHSG dalam enam bulan terakhir tercatat melemah 2,74 persen, dan satu pekan ini 1,03 persen. Beruntung, kini indeks sudah mulai bangkit (rebound) ke area sekitar 6.200.
Sementara, Head of Wealth Management & Client Growth Bank Commonwealth Ivan Jaya juga yakin IHSG bisa tembus 7.000 tahun ini. Menurutnya, keputusan bank sentral AS The Federal Reserves (The Fed) yang memangkas suku bunga acuan menjadi 2 persen-2,25 persen turut mengembuskan angin segar untuk IHSG. Maklum, ini merupakan pertama kali penurunan suku bunga The Fed sejak 2008 silam.
“Secara historis jika The Fed memotong bunga maka pasar akan positif,” kata dia.
Dari domestik, Bank Indonesia (BI) juga sudah menurunkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 5,75 persen. Keputusan itu akan membuat bunga kredit lebih murah.
Tak ayal, Ivan optimistis perusahaan akan lebih gencar melakukan ekspansi pada semester II 2019. Terlebih, banyak emiten yang sempat menahan ekspansi sebelum pemilihan presiden (pilpres) kemarin.
“Perusahaan semester lalu kan menahan ekspansi karena menunggu hasil pilpres, sekarang sudah dilewati semua dengan baik,” ujar Ivan.
Ia meyakini kinerja keuangan emiten kuartal III 2019 bakal lebih baik dari sebelumnya. Selain ditopang dari ekspansi, penurunan suku bunga kredit akan membuat biaya operasional perusahaan menipis sehingga keuntungan yang diraup lebih banyak. (cnn)
Discussion about this post