[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Menteri Keuangan Sri Mulyani mengeluarkan ‘jurus’ baru agar kondisi keuangan BPJS Kesehatan sehat. ‘Jurus’ tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160 tentang Tata Cara Penyediaan Pencairan dan Pertanggungjawaban Dana Iuran Jaminan Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Dalam beleid yang ditandatangani Sri Mulyani pada 5 November tersebut, ‘jurus’ diberikan dengan mengizinkan BPJS Kesehatan untuk meminta iuran BPJS Kesehatan masyarakat miskin yang dibayari pemerintah (PBI) kepada Kementerian Keuangan lebih awal, untuk paling banyak tiga bulan ke depan.
Izin diberikan bila kas dana jaminan sosial kesehatan di BPJS Kesehatan diramalkan akan bersaldo negatif pada bulan pertama maupun kedua.
Jika dana tersebut masih belum mengatasi permasalahan keuangan mereka, Sri Mulyani mengizinkan BPJS Kesehatan untuk menagih kembali dana iuran PBI untuk paling banyak dua bulan berikutnya.
Jika dibandingkan dengan aturan sebelumnya, PMK Nomor 10 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyediaan Pencairan dan Pertanggungjawaban Dana Iuran Jaminan Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI) fasilitas tersebut cukup berbeda.
Pasalnya, dalam aturan sebelumnya, bila kondisi keuangan minus, BPJS Kesehatan hanya diizinkan untuk menagih dana iuran PBI kepada Kementerian Keuangan untuk paling banyak tiga bulan ke depan.
Bila BPJS Kesehatan masih mengalami kesulitan likuiditas, mereka diperkenankan untuk menagih kembali dana PBI untuk satu bulan berikutnya sebelum berakhirnya periode tiga bulan pertama. Sri Mulyani dalam pertimbangan aturan tersebut menyatakan izin bagi BPJS Kesehatan untuk ‘meminta’ uang lebih awal tersebut diberikan demi menjaga arus kas pelaksana Program Jaminan Kesehatan Nasional tersebut supaya bisa tetap sehat.
Selain itu, beleid juga dikeluarkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyediaan, pencairan dan pertanggungjawaban dana iuran. Sebagai informasi, kondisi keuangan BPJS Kesehatan semenjak berlakunya Program Jaminan Kesehatan Nasional memang tidak pernah sehat.
Setiap tahun, mereka selalu mengalami defisit anggaran. Pada 2015, defisit keuangan mereka mencapai Rp3,8 triliun. Tapi tahun ini diperkirakan defisit membengkak menjadi Rp32 triliun.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Presiden Jokowi melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan memutuskan menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja sebesar dua kali lipat dari sekarang.
Dengan keputusan tersebut, tarif iuran kelas Mandiri III dengan manfaat pelayanan di ruang kelas perawatan kelas III naik Rp16.500 dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu per peserta per bulan.
Lalu, iuran kelas mandiri II dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu per peserta per bulan. Terakhir, iuran kepesertaan BPJS Kesehatan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I melonjak dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu per peserta per bulan.
Kenaikan iuran tersebut diterapkan mulai 1 Januari 2020 mendatang. (cnn)
Discussion about this post