[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Menteri Keuangan Sri Mulyani memungut bea masuk untuk impor barang kiriman yang bernilai minimal US$3 atau Rp42 ribu (asumsi kurs Rp14 ribu per dolar AS). Tadinya, bea masuk sebesar 7,5 persen dikenakan untuk nilai impor barang kiriman paling kecil US$75 atau Rp1,05 juta.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengungkapkan revisi batas harga itu dilakukan untuk melindungi pelaku usaha dalam negeri.
“Ini menjawab tuntutan dari masyarakat pengusaha dan juga masyarakat umum, bahwa pemerintah harus melakukan perlindungan kepada pengusaha dalam negeri yang produksi barang-barang yang head to head (beradu) dengan barang kiriman,” ucap Heru di Jakarta.
Heru mengungkapkan selama ini mayoritas impor barang kiriman yang tercatat pada dokumen pengiriman barang (CN) nilainya di bawah US$75 dolar AS yaitu sekitar 98,65 persen.
“Jadi total bea dan pajak dalam rangka impor yang dikenakan turun dari 27,5 hingga 37,5 persen menjadi 17,5 persen,” ujarnya.Dari sisi nilai, barang-barang yang bebas bea masuk itu mendominasi sebesar 83,88 persen.
“Itulah kenapa pengusaha ini banyak berikan masukan kepada kami bahwa mereka sendiri dalam operasionalnya mereka merasakan persaingan yang ketat,” ujarnya.
Tak hanya batas nilai barang impor, Kemenkeu juga merevisi ketentuan mengenai pengenaan pajak dalam rangka impor. Sebelumnya, impor barang kiriman dikenakan bea masuk sebesar 7,5 persen, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen, dan PPh sebesar 10 hingga persen.
Dalam ketentuan baru, pemerintah cuma akan mengenakan bea masuk sebesar 7,5 persen dan PPN 10 persen.
Lebih lanjut, pengecualian ketentuan berlaku untuk produk tas, sepatu, dan tekstil. Dalam hal ini, impor barang kiriman produk-produk tersebut dikenakan bea masuk, PPN, dan PPh normal demi melindungi produsen lokal.
“Bea masuk berkisar 15-20 persen untuk tas, sepatu 25-30 persen, tekstil 15,25 persen (dari nilai barang). PPNnya sama 10 persen dan PPh 7,5 sampai 10 persen,” ujarnya.(cnn)
Discussion about this post