[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Pembelian kembali alias buyback saham menjadi perbincangan hangat di pasar modal, setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan Surat Edaran OJK Nomor 3/SEOJK.04/2020 tanggal 9 Maret 2020 tentang Kondisi Lain sebagai Kondisi Pasar yang Berfluktuasi Secara Signifikan dalam Pelaksanaan Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik.
Kenapa buyback saham menjadi sebuah aturan yang dapat membantu menstabilkan harga di pasar?
Seberapa efektif buyback saham meredakan dan atau mengurangi efek kepanikan di pasar?
Ada yang berpendapat tujuan perusahaan melantai di bursa adalah untuk mencari uang lewat menjual saham, tetapi kenapa ada aturan buyback. Tujuan dari perusahaan di dirikan dan dikelola adalah meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Dalam hal ini kesejahteraan kepada pemegang saham dapat berupa pengembalian kepada pemegang saham atau pun peningkatan nilai perusahaan.
Pengembalian kepada pemegang saham dapat berupa dividen baik tunai maupun saham ataupun berupa saham bonus. Dividen kas mengurangi laba di tahan dan kas yang tersimpan di perusahaan untuk dibagikan kepada pemegang saham.
Peningkatan nilai perusahaan untuk perusahaan publik tercermin dari peningkatan kapitalisasi pasar perusahaan tersebut. Bila jumlah saham beredar tetap maka kenaikan nilai perusahaan ditunjukkan oleh peningkatan harga saham. Hal ini bisa didapatkan dari peningkatan kinerja atau keuntungan perusahaan sehingga harga saham mengalami kenaikan.
Ketika laba per lembar saham (earning per share) mengalami kenaikan, maka harga saham cenderung naik. Asumsi yang digunakan adalah harga saham akan mencerminkan nilai fundamental perusahaan tersebut.
Bagaimana bila pasar bergerak anomali atau bergerak terlalu berfulktuasi secara signifikan? Besar kemungkinan harga saham akan bergerak terlalu jauh dari nilai fundamentalnya.
Dalam kasus pasar saham dalam kondisi bearish (tren turun) maka besar kemungkinan banyak saham di perdagangkan jauh lebih murah dari nilai fundamentalnya.
Kasus virus corona (COVID-19) beberapa saat terakhir ini menimbulkan kekhawatiran para pelaku pasar. Bukan hanya kekhawatiran terkait kesehatan tetapi juga kekhawatiran kerusakan ekonomi dan bisnis akibat penyebaran virus corona.
Kepanikan pelaku pasar sering membuat harga saham turun di luar kewajaran dan menjadi terlalu murah. Ketika pasar menjadi panik yang dilakukan sebagian pelaku pasar adalah menjual pada harga berapa pun untuk menghindari kerugian lebih dalam tanpa menyadari dan berpikir berapa nilai wajar saham tersebut.
Undervalue?
Di sisi lain emiten atau perusahaan publik mengetahui dengan pasti berapa nilai perusahaan. Ketika harga saham sudah terlalu jauh meninggalkan harga wajar, maka tugas manajemen memperbaikinya, salah satunya dengan membeli kembali. Karena tujuan perusahaan untuk kesejahteraan pemegang saham maka aksi buyback saham menjadi masuk akal.
Tetapi untuk melakukan buyback saham perusahaan perlu mendapat persetujuan dari RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), dan hal ini seringkali memakan waktu.
Penulis melihat OJK memahami kondisi pasar keuangan sehingga membuat surat edaran yang mengijinkan emiten atau perusahaan publik melakukan pembelian saham kembali tanpa RUPS. Dengan aturan ini perusahaan publik atau emiten menjadi lebih leluasa melakukan kebijakan buyback ketika merasa harga sahamnya terlalu murah.
Tujuan perusahaan melakukan buyback saham adalah untuk meningkatkan harga saham yang sudah terlalu murah (undervalue) dan dengan sendirinya meningkatkan nilai pemegang saham.
Buyback saham meningkatkan demand saham dan ketika supply tetap, maka harga saham akan cenderung naik. Buyback saham juga mengurangi jumlah saham beredar sehingga penghasilan per lembar saham (earning per share – EPS) mengalami kenaikan.
Kenaikan EPS juga mampu mendorong harga saham naik. Buyback saham juga mengurangi arus kas perusahaan sehingga mengurangi potensi masalah ke agenan.
Selain hal di atas ketika sebuah perusahaan melakukan buyback saham, sebenarnya perusahaan tersebut sedang memberikan sinyal kepada pemegang saham bahwa harga saham di pasar sudah murah. Pengelola perusahaan tahu persisi apa isi perusahaan, bagaimana kinerja perusahaan dan bagaimana prospek perusahaan ke depan.
Manajemen juga tahu berapa kira-kira valuasi perusahaan dan ketika dirasakan sudah terlalu jauh di atas harga pasar manajemen dapat memutuskan melakukan buyback saham. Hal inilah yang membuat banyak investor asing sangat menyukai perusahaan yang melakukan buyback saham.
Karena itu pengumuman buyback saham oleh emiten mampu mengurangi tekanan jual saham dan harusnya membuat pelaku pasar berbalik melakukan pembelian saham. Hal ini mendorong harga saham naik dan menjadi lebih stabil serta dapat menghilangkan kepanikan para pelaku pasar.
Tetapi apakah semua perusahaan bagus akan melakukan buyback saham? Jawabannya: belum tentu, tergantung ketersediaan kas atau dana di perusahaan.
Perusahaan bagus yang tidak tersedia dana kas biasanya tidak melakukan buyback saham. Beberapa perusahaan bagus juga tidak melakukan buyback saham karena mempunyai banyak proyek perioritas yang harus dilakukan. Selain itu ada juga perusahaan yang menahan kas untuk menghadapi risiko atau masalah di masa yang akan datang.
Beberapa emiten telah melakukan buyback saham ketika pasar panik, dan rata-rata aktifitas ini berhasil menaikkan harga saham.
Memang beberapa kasus ketika memulai buyback harga saham tidak langsung naik. Butuh waktu tetapi ini membuka peluang emiten melakukan pembelian di beberapa level harga dan sesudah itu harga mulai naik.
Menariknya, rata-rata emiten ketika menjual kembali saham tersebut mengalai keuntungan besar. Artinya kesejahteraan pemegang saham meningkat akibat aksi buyback karena nilai perusahaan juga naik.
Aturan OJK ini kami pikir memberikan keleluasaan kepada emiten melakukan strategi buyback saham untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. (cnbcindonesia).
Discussion about this post