[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id- Beberapa waktu lalu pada tanggal 14 September 2019 terjadi serangan 10 pesawat nir awak (drone) terhadap infrastruktur energi di Arab Saudi. Serangan yang dilakukan oleh kelompok Houthi Yaman-Iran di Abqaiq dan Khurais tersebut merusak ladang dan kilang minyak perusahaan BUMN migas Saudi Aramco. Akibat serangan ini membuat kerajaan Saudi memangkas produksi minyaknya hingga setengahnya sekitar 5,7 juta barel minyak mentah per hari atau sekitar 5% pasokan minyak dunia.
Dampak ekonomi dari serangan tersebut adalah naiknya harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) menjadi US$ 60,57 per barel dari semula US$ 54,85 per barel atau secara presentase kenaikan sebesar 10,4%. Sementara itu minyak mentah Brent naik dari US$ 61,25 per barel menjadi US$ 67,31 atau mengalami kenaikan sebeaar 11,8%.
Dampaknya selain kenaikan harga minyak di pasaran global, yang paling utama adalah terganggunya sumber utama pasokan minyak dunia yang selama ini berasal dari Saudi Aramco. Selain itu juga adalah ketidakpercayaan dunia terhadap keamanan infrastruktur energi di Arab Saudi dengan adanya konflik yang tidak kunjung selesai antara pemerintah Saudi dengan pemberontak Houthi Yaman-Iran.
Berkaca dari kejadian serangan terhadap infrastruktur energi di Arab Saudi, Indonesia sendiri juga hendaknya harus mewaspadai. Pengamanan obyek vital nasional khususnya di sektor migas menjadi komitmen dan tanggung jawab bersama karena sektor energi memiliki peranan sangat vital dan mempengaruhi kehidupan bangsa dan negara Indonesia ditinjau dari aspek ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.
Pemerintah sebelumya mengatur melalui Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional (Obvitnas).
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sendiri telah mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 48 Tahun 2018 tentang Penetapan Obyek Vital Nasional Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral. Obvitnas ESDM adalah kawasan/lokasi, bangunan/instalasi dan/atau usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak, kepentingan negara dan/atau sumber pendapatan negara yang bersifat strategis di bidang energi dan sumber daya mineral. Tim Obvitnas bidang ESDM adalah tim koordinasi yang terdiri dari unsur Kementerian ESDM dan Kementerian/Lembaga (K/L) lain yang terkait dengan pengamanan Obvitnas bidang ESDM.
Selain Kementerian ESDM, perlunya penekanan komitmen bagi lembaga pertahanan dan keamanan untuk mengimplementasikan konsep sekuritisasi pada seluruh infrastruktur energi di Indonesia dengan standar ganda. Peranan dan fungsi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dengan Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dipandang perlu dimaksimalkan untuk mengamankan infrastruktur energi di seluruh wilayah Indonesia. Disamping dibantu oleh K/L dan pemda setempat yang wilayahnya terdapat obvitnas.
Sekuritisasi Infrastruktur Energi
Konsep sekuritisasi dari teori Madzhab Kopenhagen adalah proses perubahan sebuah subyek tertentu menjadi persoalan pertahanan dan keamanan oleh negara. Teori semacam ini adalah politisasi subyek secara ekstrem yang mengizinkan cara apapun demi menjaga keamanan dan kelangsungan negara. Biasanya dilakukan melalui kajian subyek dan obyek ancaman. Infrastruktur energi merupakan salah satu kategori critical infrastructure yang perlu dilindungi dan memiliki tingkat keamanan yang tinggi. Indonesia telah memiliki Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara yang bisa menjadi dasar sekuritisasi infrastruktur energi.
Sebagai contoh implementasi dari konsep sekuritisasi infrastruktur energi Indonesia adalah dengan strategi pemasangan sistem pertahanan udara baik itu rudal penangkal maupun radar canggih di sekitar infrastruktur energi yang mampu melacak rudal dan pesawat nirawak (drone) dengan jangkauan hingga lebih dari 400 kilometer.
Atau penempatan satuan pasukan militer khusus di setiap infrastruktur energi yang dilengkapi teknologi persenjataan canggih yang mampu menghalau segala macam ancaman serangan baik itu militer maupun non militer. Dengan implementasi ini maka minimal mampu menciptakan efek tangkal (detterent effect) terhadap siapapun yang akan mencoba menyerang infrastruktur energi di Indonesia.
Kelangsungan infrastruktur energi Indonesia sangat penting keberadaannya. Sebagai proyeksi saja kebutuhan minyak di Indonesia per hari saat ini adalah sekitar 1,6 juta barel per hari. Saat ini Indonesia melalui BUMN PT Pertamina hanya memiliki 6 kilang yang terdiri dari kilang Dumai, Plaju, Cilacap, Balikpapan, Balongan, dan Sorong.
Jika asumsi buruk salah satu kilang contohnya kilang Cilacap yang memiliki kapasitas produksi terbesar di Indonesia sekitar 340.000 barel per hari terkena serangan pesawat nir awak seperti kejadian di Arab Saudi maka Indonesia bisa mengalami krisis minyak yang berujung kepada krisis dan darurat energi (krisdaren) yang kemudian berimbas buruk kepada keseimbangan perekonomian nasional. Kebutuhan akan membangun kilang sendiri relatif sangat mahal dan membutuhkan cukup waktu lama. Oleh karena itu, konsep sekuritisasi infrastruktur energi perlu dilakukan secara maksimal agar tidak terjadi hal – hal yang tidak diinginkan.
Mengingat kompleksitas ancaman serangan baik itu dari teroris ataupun kelompok non state actor semakin canggih dan berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan menyasar obvitnas khususnya infrastruktur energi seperti pada kejadian di Arab Saudi. (cnbcindonesia)
Discussion about this post