KeuanganNegara.id- Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto meminta Kementerian Keuangan untuk membebaskan pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) importasi biji kakao. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan kakao sekaligus memacu produktivitas dan daya saing.
“PPN tidak dihapus, tetapi tarifnya nol. Ini diharapkan bisa mendorong daya saing industri, karena di dalam era free trade ini dengan negara-negara ASEAN sudah nol tarifnya,” ujar Airlangga dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (18/9).
Airlangga mengungkapkan industri pengolahan kakao berperan penting melalui kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah sendiri telah menetapkan industri pengolahan kakao sebagai salah satu sektor yang diprioritaskan pengembangannya sesuai Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) tahun 2015-2035.
“Apalagi industri pengolahan kakao juga merupakan bagian dari industri makanan dan minuman yang menjadi andalan dalam peta jalan Making Indonesia 4.0. Sektor ini juga banyak melibatkan industri kecil dan menengah (IKM),” paparnya.
Tahun lalu, Kementerian Perindustrian mencatat mayoritas produk olahan biji kakao Indonesia yang diekspor sebesar 328.329 ton (85 persen) dengan sumbangan devisa mencapai US$1,13 miliar, sedangkan produk kakao olahan yang dipasarkan di dalam negeri sebesar 58.341 ton (15 persen).Saat ini, Indonesia merupakan negara pengolah produk kakao olahan ke-3 dunia, setelah Belanda dan Pantai Gading. Pengembangan hilirisasi industri pengolahan kakao nasional diarahkan untuk menghasilkan bubuk cokelat atau kakao, lemak cokelat atau kakao, makanan dan minuman dari cokelat, suplemen, pangan fungsional berbasis kakao, serta kosmetik dan farmasi.
Selain pembebasan pajak, guna mendorong industri pengolahan kakao, pemerintah juga perlu melakukan kerja sama perdagangan bilateral dengan sejumlah negara potensial, seperti Ghana.
“Ini juga akan membantu sektor industri kita, sehingga (biji kakao) dari Ghana pun bisa nol juga tarifnya. Kami akan terus koordinasikan dengan Kementerian Perdagangan,” tambahnya.
Jika upaya pemenuhan kebutuhan bahan baku industri dilakukan, Airlangga meyakini utilisasi produksi industri pengolahan kakao dapat meningkat hingga 80 persen dengan potensi nilai ekspor menembus US$1,38 miliar.
Di saat yang sama, lanjut ia, pemerintah bersama seluruh pihak terkait fokus pada upaya meningkatkan produktivitas budidaya kakao.
Menurut data International Cocoa Organization (ICCO), sepanjang tahun lalu, Indonesia menempati urutan ke-6 sebagai produsen biji kakao terbesar di dunia setelah Pantai Gading, Ghana, Ekuador, Nigeria, dan Kamerun dengan volume produksi mencapai 220.000 ton.
Selanjutnya, Airlangga berharap sektor industri dapat menjalin kemitraan dengan petani dalam menjaga keberlanjutan pasokan bahan baku biji kakao.
“Selain itu, kami memacu pada konsumsi kakao bagi masyarakat Indonesia. Salah satu upayanya adalah melalui edukasi di sekolah dan promosi yang dilaksanakan di dalam maupun luar negeri serta gerakan peringatan Hari Kakao Indonesia,” tuturnya.
Ke depan, Airlangga optimistis industri pengolahan kakao bakal terus berkembang mengingat produknya telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat masa kini. “Contohnya seperti kopi, bisa juga didorong kafe khusus cokelat. Oleh karena itu harus terus kita dorong sektornya. Sebab, Indonesia punya potensi yang sangat besar,” ungkapnya..
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim menambahkan pihaknya terus mendorong peningkatan nilai tambah kakao sekaligus memperkuat struktur industrinya di dalam negeri.
“Kami berharap, produk kakao olahan yang sebagian besar diekspor dapat ditingkatkan lagi untuk diolah di dalam negeri menjadi produk hilir cokelat dan turunannya,” ujarnya. (cnn)
Discussion about this post