KeuanganNegara.id- Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengklaim skema gross split dalam kontrak kerja sama bagi hasil produksi berhasil menghemat biaya pengembalian biaya operasional hulu migas (cost recovery).
Tahun ini, penghematan cost recovery dari skema yang diterapkan sejak 2017 lalu itu diperkirakan mencapai US$1,66 miliar atau sekitar Rp23,24 triliun (asumsi kurs Rp14 ribu per dolar AS) . Angka itu meningkat 84 persen dari tahun lalu, US$0,9 miliar (Rp12,6 triliun).
“Insyaallah, tahun depan, kami bisa hemat cost recovery diperkirakan sebesar US$1,78 miliar (Rp24,92 triliun),” katanya dalam keterangan resmi.
Penghematan tersebut menyebabkan harga gas di hulu dapat lebih kompetitif. “Kami berusaha agar hulunya (gas) juga ikut merencanakan program yang lebih kompetitif sehingga harga bisa ditekan. Tidak serendah mungkin, tapi sekompetitif mungkin,” tuturnya.
Selain penghematan melalui skema gross split, penurunan harga gas dapat terealisasi di lapangan yang belum berproduksi. Sebaliknya pada lapangan yang sudah berproduksi, penurunan harga gas sulit dilakukan.
Ia mencontohkan, harga gas di Lapangan Jambaran Tiung Biru. Proyek yang sempat terhenti ini, akhirnya dapat berjalan lagi setelah dilakukan pemotongan belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar US$500 juta, sehingga harganya dapat diturunkan dari US$9 per mmbtu menjadi US$7,6 per mmbtu.
“Untuk beberapa lapangan yang perlu dikembangkan, insyaallah kami masih ada ruang untuk menurunkannya. Tapi bagi hulu (gas) yang sudah berproduksi, (penurunan harga) kadang-kadang ini agak susah,” tuturnya. (cnn)
Discussion about this post