[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Bank Indonesia (BI) hanya akan membeli surat utang yang diterbitkan pemerintah senilai Rp125 triliun atau setara 25 persen estimasi kebutuhan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp506,8 triliun. Nilai ini sesuai dengan kesepakatan antara BI dan Kementerian Keuangan.
“Beberapa kali kami ditanya berapa BI bisa beli, jumlahnya Rp125 triliun,” ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo.
Pemerintah sendiri memperkirakan kebutuhan pembiayaan utang tahun ini mencapai Rp1.439,8 triliun.
Sekitar Rp221,4 triliun sudah terpenuhi dari hasil lelang surat utang beberapa waktu terakhir, dan Rp150,5 triliun ditargetkan dari pinjaman. Kemudian, Rp150 triliun akan dipenuhi dari skema khusus program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), dan sekitar Rp105 triliun didapat dari dampak penurunan batas pencadangan kas bank di BI atau dikenal dengan istilah Giro Wajib Minimum.
Dengan demikian, kekurangan pembiayaan utang berada di angka Rp812,9 triliun.
Namun, ada kewajiban pembayaran utang jatuh tempo pemerintah pada tahun ini sekitar Rp43,9 triliun, sehingga total pembiayaan utang meningkat jadi Rp856,8 triliun.
Dari kebutuhan dana Rp856,8 triliun, pemerintah bisa menutup sekitar Rp350 triliun dari Sisa Anggaran Lebih (SAL), sehingga sisa kebutuhan utang yang harus ditutup dari penerbitan SBN mencapai Rp506,8 triliun.
Rencananya, pemenuhan utang dari penerbitan SBN ini akan dipenuhi selama periode kuartal II sampai kuartal IV 2020.
“Artinya, rata-rata lelang SBN sekitar Rp28 triliun selama kuartal II sampai IV 2020,” ucap Perry.
Menurut Perry, estimasi pembelian SBN oleh BI di pasar perdana ini sudah di atas perkiraan kebutuhan (above the line). Sebab, bank sentral nasional masih yakin bahwa sebagian besar penerbitan SBN di pasar perdana akan bisa dipenuhi oleh investor domestik dan asing.
Perry memberi sinyal bahwa BI tidak bisa membeli lebih banyak surat utang pemerintah karena sudah melakukan tugasnya sebagai stabilitas pasar keuangan dari sisi moneter dan makroprudensial.
Berdasarkan data BI, setidaknya otoritas telah menggelontorkan dana mencapai US$7 miliar atau setara Rp105 triliun (asumsi kurs Rp15 ribu per dolar AS).
“Intervensi valas untuk stabilisasi rupiah yang pada waktu itu hampir menembus Rp17 ribu per dolar AS,” katanya.
Injeksi likuiditas itu pun dilakukan melalui berbagai cara. Pertama, dengan menambah suplai dolar AS dari cadangan devisa. Akibatnya, cadangan devisa turun dari US$130,4 miliar pada awal tahun menjadi US$120,4 miliar pada bulan lalu.
Kedua, membeli SBN yang dilepas investor asing di pasar sekunder mencapai Rp166 triliun, karena jika tidak dilakukan akan menimbulkan kekurangan suplai dolar AS di pasar domestik.
Selain itu, akan meningkatkan tingkat imbal hasil (yield) SBN. Bila dibiarkan maka pemerintah harus menjual surat utang dengan yield yang lebih tinggi kepada investor di masa selanjutnya.
Ketiga, melonggarkan batas pencadangan kas bank di BI atau GWM. Kebijakan ini disertai dengan kewajiban bagi bank-bank untuk membeli SBN pemerintah, sehingga pemerintah mendapat tambahan dana sekitar Rp105 triliun.
Selain karena sudah banyak memberi suntikan likuiditas di tengah pandemi corona, Perry mengatakan BI tak bisa membeli surat utang pemerintah dengan yield yang lebih rendah dari mekanisme pasar.
Menurut Perry secara kasat mata memang yield yang lebih rendah akan meringankan beban pemerintah dalam mengembalikan dana BI nanti, tapi bisa meningkatkan risiko kecukupan dana BI ke depan.
Padahal, BI masih harus mengantisipasi kontraksi moneter yang mungkin terjadi bila inflasi meningkat dan nilai tukar rupiah melemah.
Maka dari itu, yield pembelian SBN pemerintah oleh BI harus tetap sesuai dengan mekanisme pasar. Saat ini, yield di pasar berkisar 8,08 persen atau lebih rendah dari penawaran BI berkisar 4,9 persen.
“Yield 4,9 persen tersebut jauh lebih rendah dari yield SBN pemerintah melalui lelang di pasar perdana yang sekitar 8,08 persen, sehingga ada burden sharing (pembagian beban dari) BI sekitar 3,2 persen,” jelasnya.(cnn)
Discussion about this post