[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id -Bank Dunia menilai bahwa utang BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang dalam beberapa tahun terakhir terus meningkat, akan menjadi masalah baru dalam pengelolaan fiskal di Indonesia.
Dalam laporan yang bertajuk Spending for Better Results, Bank Dunia menyebut utang BUMN harus menjadi perhatian lantaran pemerintah Indonesia semakin bergantung kepada BUMN untuk proyek pembangunan infrastruktur. Selain itu, terdapat pula sejumlah penugasan lain berupa subsidi bahan bakar.
Ketergantungan pemerintah kepada BUMN itu membuat total utang BUMN non-finansial mencapai 6,5 persen dari PDB pada 2019. Total utang tersebut meningkat 1,5 poin persentase dari posisi pada 2017.
Sebagai catatan, Bank Dunia menilai Bank Indonesia memiliki data utang BUMN non-keuangan yang belum lengkap. Pasalnya, Bank Indonesia tidak menggunakan laporan keuangan BUMN untuk menghasilkan data tersebut.
Berdasarkan paparan pemerintah, kewajiban kontingensi secara eksplisit dalam bentuk jaminan pinjaman kepada BUMN mencapai 1,4 persen dari PDB per akhir 2019.
Posisi itu masih jauh di bawah pagu jaminan sebesar 6,0 persen dari PDB, dan jaminan untuk proyek kemitraan pemerintah swasta (KPS) sebesar 1 persen dari PDB pada 2018. Jaminan itu ditalangi oleh PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) atau PII untuk risiko penjaminan.
Berdasarkan kajian belanja publik yang dirilisnya, Bank Dunia mencatat bahwa Indonesia selalu mengalami defisit fiskal dalam 20 tahun terakhir dengan besaran bervariasi. Selama itu pula, besaran defisit selalu di bawah batas yang ditetapkan Undang-undang yakni sebesar 3 persen.
Rata-rata defisit fiskal sepanjang 2014—2019 berada pada kisaran 2,3 persen. Defisit ini umumnya dibiayai oleh pinjaman sekuritas dalam mata uang dalam negeri dan dengan penerbitan obligasi global dengan mata uang asing serta pinjaman.
Di sisi lain, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga terus mengalami penurunan sejak 1990-an. Per 2019, rasio utang terhadap PDB pemerintah Indonesia berada pada level 30,2 persen.
Risiko defisit ini semakin meningkat tajam saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia dan dunia. Pemerintah akhirnya memutuskan menggelontorkan stimulus untuk menahan dampak pandemi. Selain itu, pemerintah mencabut aturan batas defisit fiskal untuk sementara guna menghindari shock pada penerimaan dan belanja anggaran.(msn)
Discussion about this post