[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id -Staf Khusus Menteri Keuangan Masyita Crystallin bersama Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah berdiskusi dalam acara live IG “Ngobrol Bareng Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)” di Jakarta.
Maysita mengawali dengan perkiraan pertumbuhan yang direvisi oleh World Bank untuk Indonesia yaitu antara 0% hingga 0,5% karena wabah COVID-19. Hal ini dinilai oleh Piter sebagai suatu kewajaran karena dalam situasi COVID-19, banyak negara lain yang diprediksi pertumbuhannya akan mengalami minus.
Maysita mengatakan, Pemerintah telah menyiapkan perlindungan sosial untuk sisi demand
agar melindungi daya beli atau konsumsi masyarakat rentan supaya tidak makin dalam terkoreksi akibat aktivitas ekonomi yang berkurang karena wabah COVID-19. Bantuan sosial yang dianggarkan kini direvisi Rp203 triliun atau 35% dari keseluruhan program PEN.
“Pertumbuhan di kuartal pertama, konsumsi berkurang sekali. Kebijakan yang dilakukan ke arah defense (bertahan). Bantuan sosial jumlahnya yang terbaru itu Rp203 triliun, 35% dari keseluruhan program PEN, di luar kesehatan yang juga dinaikkan dari Rp75 triliun menjadi Rp85 triliun,” kata Masyita.
Oleh karena itu, Piter mengapresiasi pemerintah Indonesia yang bergerak cepat bersama otoritas seperti Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam mengantisipasi dampak COVID-19 lewat Perppu No.1/2020 yang kini menjadi UU No.2/2020 dimana tidak hanya konsumsi / demand yang dijaga tetapi juga supply untuk sektor dunia usaha terutama UMKM dan Usaha Mikro terdampak.
“Saya mengapresiasi pemerintah dan otoritas (seperti) BI, OJK, LPS, meresponnya cukup cepat dan tepat memberikan stimulus kepada perekonomian baik sisi demand dan supply. Dari sisi demand, bantuan kepada masyarakat terdampak. Bantuan yang diberikan pemerintah sangat kita butuhkan kepada masyarakat terdampak baik itu informal maupun sektor formal,” paparnya.
Terkait biaya yang besar untuk penanganan COVID-19 dan PEN, menurut Piter, Indonesia termasuk negara yang disiplin dalam mengatur defisit. Batas defisit 3% dinilainya terlalu ketat.
“Kita sudah terlalu disiplin, ibaratnya orang diet, kita ini orang kurus suruh diet. 3% itu ketat sekali. Dengan debt to GDP ratio kita, membuat kita tidak punya ruang yang cukup lebar untuk mem-push pertumbuhan ekonomi kita. Perlu ditinjau ulang. Perppu No.1/2020 itu memang perlu untuk fleksibilitas untuk kondisi darurat, tidak normal, seperti sekarang (sebagai) upaya di luar kelaziman,” pungkasnya. (kemenkeu)
Discussion about this post