[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Pengembang properti memprediksi permintaan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) tak terpengaruh ancaman pelemahan pertumbuhan ekonomi global yang dikhawatirkan menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pasalnya, backlog untuk MBR sehingga demand (permintaan) rumah sederhana masih tinggi.
Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Properti Setyo Maharso menuturkan komponen pembangunan rumah sederhana mayoritas menggunakan produk lokal. Dengan demikian, harga bahan baku pembangunan rumah sederhana tak terimbas dinamika global.
“Selain itu, backlog perumahan untuk MBR masih cukup tinggi,” katanya.
Pernyataan Setyo itu menanggapi pemangkasan target pertumbuhan ekonomi global oleh Dana Moneter Internasional (IMF). Seperti diketahui, IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia pada 2020 menjadi 3,3 persen dalam laporan World Economic Outlook (WEO) edisi Januari 2020. Target tersebut lebih rendah 0,1 persen dibandingkan laporan pada Oktober lalu yakni 3,4 persen.
Di sisi lain, pengembang memperkirakan alokasi dana tersebut akan habis pada April lantaran tingginya permintaan. Pengembang memprediksi kebutuhan perumahan MBR pada 2020 mencapai 260 ribu unit. Untuk memenuhi kebutuhan itu diperkirakan membutuhkan anggaran subsidi sebesar Rp29 triliun.Ia menuturkan sektor properti justru mampu menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi Tanah Air. Alasannya, sektor properti memiliki kurang lebih 174 industri ikutan. Industri tersebut meliputi industri rumahan seperti produsen batu bata hingga industri besar seperti pabrik semen.
“Manakala industri properti jalan maka 174 industri ini akan ikut sehingga pertumbuhan ekonomi terjaga dan perputaran uang juga terjaga,” katanya.
Untuk diketahui, pemerintah menyalurkan subsidi perumahan untuk MBR tiap tahunnya, salah satunya melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Pada 2019, pemerintah mengalokasikan anggaran FLPP sebesar Rp7,1 triliun untuk membangun 168 ribu unit rumah. Namun demikian, anggaran itu hanya bisa membiayai 155 ribu unit rumah subsidi.
Karena tingginya permintaan, maka pemerintah terpaksa menggunakan dana subsidi FLPP 2020 sebesar Rp2 triliun untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Lebih lanjut, pada 2020 pemerintah menyiapkan dana subsidi FLPP sebesar Rp11 triliun untuk 102.500 unit rumah. Namun, pengembang memperkirakan sisa subsidi hanya dapat membiayai 97.700 unit rumah karena telah digunakan pada tahun lalu.
“Saudara kita yang memiliki penghasilan rendah itu melihat uang muka dan kemampuan mencicil, mereka tidak melihat suku bunganya berapa,” papar Setyo.
Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Totok Lusida menambahkan perlu inovasi penyaluran FLPP untuk memenuhi kebutuhan MBR. Ia mengusulkan pembagian kategori konsumen FLPP menjadi dua, yakni kategori penghasilan kurang dari Rp4 juta dan kategori penghasilan Rp4 juta-Rp5 juta.
Untuk kategori pertama, penyaluran anggaran FLPP dipatok sebesar Rp1 triliun untuk membiayai 8.888 unit rumah dengan bunga 5 persen selama 20 tahun. Sedangkan penyaluran kategori kedua lebih besar yaitu Rp11 triliun untuk membiayai 141.300 unit rumah dengan bunga 8 persen selama 20 tahun. (cnn)
Discussion about this post