KeuanganNegara.id- Harga minyak mentah dunia merosot lebih dari 2 persen pada perdagangan Rabu (11/9), waktu Amerika Serikat (AS). Pelemahan terjadi menyusul kabar bahwa Presiden AS Donald Trump tengah mempertimbangkan untuk melonggarkan sanksi terhadap Iran.
Pelonggaran sanksi berpotensi mengerek pasokan di tengah kekhawatiran merosotnya permintaan energi. Dilansir dari Reuters. Kamis (12/9), harga minyak mentah berjangka Brent turun US$1,57 atau 2,5 persen menjadi US$60,52 per barel.
Pelemahan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$1,65 atau 2,9 persen menjadi US$55,75 per barel. Selama sesi perdagangan berlangsung, harga WTI sempat tertekan ke level US$55,61 per barel.
Pelaku pasar mengutip sebuah laporan dari Bloomberg yang menyatakan pertimbangan pelonggaran sanksi AS terhadap Iran dilakukan untuk mengamankan pertemuan dengan presiden Iran bulan ini.
Dengan kepergian Bolton, jumlah penasihat garis keras terhadap Iran berkurang di Gedung Putih.
“Alasan pasar bereaksi sangat dramatis adalah salah satu faktor penekan harga terbesar di pasar adalah kemungkinan masuknya kembali minyak dari Iran,” ujar Analis Price Futures Group Phil Flynn di Chicago.
Menurut Flynn, seberapa besar dampak masuknya minyak Iran kembali ke pasar bisa tercermin dari kejadian tahun lalu di saat Trump memberlakukan pengecualian pemberlakuan sanksi terhadap sejumlah konsumen minyak Iran.
“Kepergian Bolton mengindikasikan bahwa ada kemungkinan kembalinya minyak (Iran) ke pasar, mungkin pada akhir tahun,” tutu Flynn.
Kantor berita Iran melaporkan Iran tidak akan bernegosiasi dengan AS jika masih dikenakan sanksi oleh Negeri Paman Sam tersebut. Hal itu sesuai pernyataan Rouhani kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron dalam pembicaraan telepon keduanya pada Rabu (11/9) lalu.
Analis UBS Giovanni Staunovo menilai harga minyak merosot karena kekhawatiran perubahan sikap AS terhadap Iran.
“Hal ini akan membuat target OPEC+ untuk menjaga keseimbangan pasar minyak lebih menantang pada 2020,” ujar Staunovo.
Bulan ini, harga minyak telah menanjak berkat penurunan persediaan minyak global dan sinyal meredanya tensi perdagangan antara AS dan China. Harga minyak juga sempat menanjak pekan ini setelah Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman menyatakan kebijakan perminyakannya tidak akan berubah.
Selain itu, ia juga menyatakan kesepakatan pemangkasan produksi OPEC+ akan dijaga kelangsungannya. Secara terpisah, Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) menyatakan persediaan bensin AS pekan lalu merosot lebih rendah dari perkiraan sementara stok minyak mentah merosot ke level terendah untuk hampir setahun.
“Persediaan bensin turun sebesar 682 ribu barel sedikit di bawah ekspektasi sementara stok minyak distilasi secara tak terduga meningkat 2,7 juta barel,” ujar Analis Perminyakan Commerzbank AG Carsten Fritsch di Frankfurt, Jerman.
Menurut Fritsch, pasar akhirnya fokus pada stok produk minyak yang bersifat menekan harga dibandingkan kondisi persediaan minyak mentah yang bersifat mendongkrak harga.OPEC memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan minyak dunia pada 2020 akibat perlambatan ekonomi global. Pekan ini, EIA juga memangkas proyeksi permintaan global minyak dunia.Produksi mingguan minyak mentah AS melonjak ke level 12,4 juta barel per hari (bph).
Sementara, laporan bulanan EIA memperkirakan rata-rata produksi minyak mentah AS dapat terkerek ke level 13,23 juta bph pada 2020. Di sisi lain, harga minyak dunia masih mendapatkan sokongan dari pernyataan Menteri Perminyakan Irak Thamer Ghadhban yang menyatakan OPEC akan membahas kemungkinan memangkas produksi lebih dalam pada pertemuan tingkat menteri pada Kamis (12/9) ini.
Menteri Energi Rusia Alexander Novak menyatakan aliansi OPEC dan sekutunya atau OPEC+ bakal membahas permintaan minyak global namun belum ada rencana baru untuk mengubah kebijakan pemangkasan produksi. (cnn)
Discussion about this post