[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id – Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) atau Indonesian Environment Fund (IEF) Kementerian Keuangan menyelenggarakan Kick Off Meeting pengelolaan dana lingkungan hidup yang ditujukan untuk mendukung program prioritas Kementerian/Lembaga, pada Kamis (27/05).
Acara dihadiri oleh para pejabat Kementerian/Lembaga yang menjadi anggota Komite Pengarah, yaitu Kemenko Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Dapat sampaikan bahwa kegiatan kita kick off meeting ini yang esensinya seperti yang disampaikan oleh Dirjen Perbendaharaan Bapak Hadiyanto tadi, yaitu ingin mengajak seluruh K/L untuk bersama-sama dalam membagi informasi dalam pengelolaan lingkungan hidup, juga membagi pengalaman untuk kita bersama-sama dalam mengatasi persoalan lingkungan hidup,” jelas Direktur Utama BPDLH Djoko Hendratto
Pandemi Covid-19 yang sudah terjadi lebih dari satu tahun telah berdampak pada kondisi perekonomian nasional dan global. Kondisi tersebut pada akhirnya berdampak juga pada penanganan masalah-masalah lingkungan hidup, termasuk pengendalian perubahan iklim karena terjadi perubahan peruntukan alokasi pendanaan yang umumnya dialokasikan untuk penanganan pandemi Covid-19, lanjut Djoko.
Dunia Internasional pun saat ini bersama-sama berusaha untuk menangani berbagai krisis lingkungan. Pertemuan negara-negara G7 bulan Mei, yang beranggotakan negara maju yang memiliki pengaruh cukup kuat terhadap perekonomian global, menghasilkan joint commitment untuk menuju zero net emission.
Merujuk mandat Paris Agreement disebutkan bahwa untuk menahan kenaikan suhu rata-rata global di bawah 2°C di atas suhu di masa pra-industrialisasi dan melanjutkan upaya untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5°C di atas suhu di masa pra–industrialisasi, para negara anggota Paris Agreement diminta menetapkan target penurunan emisi yang dituangkan dalam Nationally Determined Contributions (NDCs).
“Indonesia sendiri sebagai negara yang telah meratifikasi Paris Agreement malalui UU 16 tahun 2016 telah menyampaikan komitmentnya melalui Nationally Determined Contributions yaitu pengurangan emisi sebesar 29% dengan usaha sendiri dan sampai dengan 41% dengan dukungan Internasional,” lanjut Djoko.
Berdasarkan estimasi kebutuhan pendanaan untuk implementasi NDC, Indonesia membutuhkan pendanaan sebesar USD247 miliar (≈3.461 triliun) untuk periode 2018-2030 sesuai dengan dokumen Second Biennial Update Report 2018. Lebih rinci, KLHK mengestimasi kebutuhan Indonesia untuk mencapai target NDC setiap tahun adalah sebesar Rp343,32 triliun. Merujuk pada pendanaan APBN yang disediakan untuk perubahan iklim berdasarkan data budget tagging tahun 2019 dan 2020, serta merujuk pada kebutuhan per tahun dan data budget tagging tersebut, maka masih terdapat gap yang cukup besar, yaitu sekitar 60-70% dari total kebutuhan dananya.
“IEF dapat digunakan sebagai vehicle untuk mobilisasi berbagai sumber pendanaan guna mengatasi gap pendanaan iklim yang ada. IEF dapat menerapkan blended scheme dengan berbagai sumber pendanaan untuk mendukung program-porgram Kementerian/Lembaga secara berkelanjutan,” terang Djoko.
Lebih lanjut, menurutnya IEF selain mengelola dana reboisasi yang disalurkan dengan skema dana bergulir, juga dimandatkan untuk mengelola dana hibah dari kerjasama bilateral dan multilateral. Inovatif financing juga perlu dieksplorasi oleh EIF untuk menciptakan income stream bagi IEF, seperti inovatif financing berbasis sumberdaya alam/karbon. Income stream tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai insentif untuk menarik pihak swasta berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, termasuk pengendalian perubahan iklim.
Discussion about this post