KeuanganNegara.id- Badan Anggaran (Banggar) DPR mengkritik pemerintah yang diwakili Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang tak mencapai target APBN 2018. Bahkan, target pertumbuhan ekonomi tak tercapai dalam 4 tahun terakhir (2014-2018). Hal itu terungkap dalam rapat Banggar dengan jajaran Kementerian Keuangan.
Anggota Banggar DPR dari Fraksi Gerindra, Bambang Haryo, mengatakan pemerintah memang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan dalam 3 tahun berturut-turut. Tapi, hal itu tidak bisa menjadi tolok ukur kinerja pemerintah secara keseluruhan.
Menurut dia, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, pemerintah telah gagal memenuhi target pertumbuhan ekonomi. Pun dengan realisasi nilai tukar rupiah dan lifting minyak dan gas yang jauh dari target awal.
“Predikat WTP tidak bisa gambarkan efisiensi dan praktik korupsi suatu institusi. pemerintah harus tingkatkan kinerja pengelolaan APBN. Kementerian/Lembaga harus perhatikan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan anggaran tersebut,” ujar Bambang dalam rapat di Banggar, Senin (19/8).
Hal yang sama juga diungkapkan Wakil Ketua Banggar DPR dari PDI Perjuangan, Said Abdullah. Menurutnya, dalam pelaksanaan APBN tahun 2018 masih banyak kekurangan yang dilakukan pemerintah dan tidak mencapai target.
Ia menjelaskan, hal pertama yang tidak bisa dicapai adalah pertumbuhan ekonomi yang hanya bisa tumbuh 5,17 persen. Angka ini jauh dari target pemerintah sebesar 5,4 persen.
Lalu, realisasi nilai tukar sebesar Rp 14.247 per dolar AS dinilai lebih tinggi dibandingkan asumsi APBN yang hanya sebesar Rp 13.441 per dolar AS. Realisasi ICP tahun 2018 telah mencapai USD 67,5 per barel atau lebih tinggi dibandingkan asumsi APBN sebesar USD 48 per barel.
Kepada Sri Mulyani, Said juga mengatakan bahwa lifting minyak juga hanya tercapai 778.000 barel per hari. Ini jauh dari target di APBN 2018 sebanyak 800.000 barel per hari. Sementara lifting gas hanya mencapai 1,14 juta barel setara minyak bumi per hari, lebih kecil dibandingkan target 1,2 juta barel setara minyak bumi per hari.
Terakhir, tingkat pengangguran terbuka hingga Agustus 2018 tercatat sebesar 5,34 persen lebih tinggi dari target APBN 2018 sebesar 5,0-5,3 persen.
“Dalam pelaksanaan APBN tahun 2018 pemerintah tidak dapat mencapai beberapa target asumsi dasar ekonomi makro dan target pembangunan tahun 2018,” ucap Said.
Sri Mulyani pun menjawab kritik tersebut. Dia mengatakan, APBN merupakan satu instrumen negara. Tapi, bukan merupakan target keseluruhan dalam satu pemerintahan.
Adapun asumsi makro yang terdapat dalam APBN seperti pertumbuhan ekonomi, harga minyak, kurs rupiah, dan suku bunga menjadi basis untuk menghitung pertumbuhan negara. Kata dia, pertumbuhan ekonomi nasional masih bergantung pada berbagai faktor seperti kebijakan yang digulirkan oleh pemerintah pusat dan daerah, serta keterlibatan swasta dalam aktivitas perekonomian.
“Tahun 2018 kita semua sepakat bahwa terjadi perubahan policy secara global. Hal ini kemudian menyebabkan capital outflow dan dinamika yang sangat besar terhadap nilai tukar, harga minyak, dan bahkan terhadap harga komoditas yang lainnya,” jelas Sri Mulyani merespons Banggar. (cnn)
Discussion about this post