KeuanganNegara.id– Nilai tukar rupiah tercatat di posisi Rp14.325 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pasar spot Selasa (13/8) sore. Posisi tersebut melemah 0,53 persen dibandingkan penutupan Senin (12/8) yang di Rp14.250 per dolar AS.
Sementara itu, kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menempatkan rupiah di posisi Rp14.283 per dolar AS atau melemah dibanding kemarin yakni Rp14.220 per dolar AS. Pada hari ini, rupiah berada di dalam rentang Rp14.268 hingga Rp14.334 per dolar AS.
Sore hari ini, sebagian besar mata uang utama Asia melemah terhadap dolar AS. Yuan China melemah 0,08 persen, dolar Singapura melemah 0,12 persen, dan ringgit Malaysia sebesar 0,31 persen. Kemudian, peso Filipina melemah 0,35 persen, won Korea Selatan melemah 0,49 persen, dan rupee India melemah 0,66 persen.
Di kawasan Asia, hanya dolar Hong Kong yang menguat 0,01 persen, yen Jepang sebesar 0,03 persen, dan baht Thailand sebesar 0,11 persen. Kemudian, mata uang negara maju juga melemah terhadap dolar AS seperti poundsterling Inggris sebesar 0,07 persen dan euro sebesar 0,22 persen, namun dolar Australia menguat 0,25 persen.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan sentimen global menekan rupiah hari ini. Utamanya, kondisi yang terjadi di Hong Kong dan Argentina. Keresahan politik di Hong Kong yang menyebabkan penghentian operasi bandara.
Kondisi tersebut menimbulkan kekhawatiran bagi investor dan mendorong mereka kembali memilih dolar AS sebagai instrumen investasi yang aman (safe haven). Kondisi ini memperparah situasi sebelumnya, di mana perang dagang antara AS dan China masih belum menemui titik terang.
“Bahkan beberapa analis memperkirakan jika perang dagang AS-China terus meningkat, bisa menyebabkan perekonomian global jatuh kepada resesi,” jelas Ibrahim, Selasa (13/8).
Sementara itu, hasil pemilihan pendahuluan di Argentina yang menempatkan pihak oposisi sebagai unggulan telah mengakibatkan jatuhnya nilai tukar peso, bursa saham, dan obligasi negara itu.
“Kekhawatiran tentang kemungkinan kembali ke kebijakan intervensi yang mencengkeram pasar terbuka setelah Presiden Argentina Mauricio Macri kehilangan margin yang lebih dalam atas oposisinya, Alberto Fernandez, dalam pemilihan pendahuluan pada Minggu (11/8) waktu setempat,” katanya. (cnn)
Discussion about this post