KeuanganNegara.id– Bank Indonesia (BI) mencatat defisit transaksi berjalan(current account deficit/CAD) pada kuartal II 2019 mencapai US$8,4 miliar atau 3 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Realisasi tersebut membengkak 21 persen jika dibandingkan kuartal I 2019, US$6,97 miliar.
Nilai CAD periode April-Juni 20019 juga melebar 6,2 persen dari periode yang sama tahun lalu yang tercatat US$7,95 miliar.
“Defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal II 2019 melebar dipengaruhi perilaku musiman repatriasi dividen dan pembayaran bunga utang luar negeri, serta perekonomian global yang kurang menguntungkan,” ujar Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko dalam keterangan tertulisnya, dikutip Jumat (9/8).
Onny mengungkapkan perlambatan perekonomian global membuat harga komoditas merosot. Akibatnya, secara tahunan, kinerja ekspor nonmigas Indonesia terseret 5,2 persen menjadi US$37,2 miliar.
Defisit neraca perdagangan migas juga meningkat 14,3 persen menjadi US$3,2 miliar dari US$2,8 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Dibandingkan kuartal I 2019, US$2,2 miliar, defisit neraca perdagangan migas juga melebar 45 persen.
“Peningkatan itu terjadi seiring dengan kenaikan rerata harga minyak global dan peningkatan permintaan musiman impor migas terkait hari raya Idul Fitri dan libur sekolah,” ujarnya.
Pelebaran CAD juga didorong oleh defisit neraca pendapatan primer yang membesar 9 persen secara tahunan yaitu dari US$8 miliar menjadi US$8,72 miliar. Secara kuartalan, defisit neraca pendapatan primer terkerek 7,5 persen. Kondisi ini didorong oleh faktor musiman peningkatan kebutuhan repatriasi dividen dan pembayaran bunga utang luar negeri.
Sementara itu,transaksi modal dan finansial (TMF) pada kuartal II 2019 masih mencatatkan surplus, di tengah ketidakpastian pasar keuangan dunia yang masih tinggi, serta pola musiman pembayaran pinjaman luar negeri yang jatuh tempo. “Surplus neraca TMF pada kuartal II 2019 tercatat US$7,1 miliar ditopang aliran masuk investasi langsung dan investasi portofolio,” katanya.
Aliran masuk investasi langsung tercatat US$7 miliar, melesat 40 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu US$4,1 miliar. Kemudian, investasi portofolio tercatat juga masih tinggi yakni US$4,5 miliar.
Sementara itu, investasi lainnya mencatat defisit dipengaruhi faktor musiman meningkatnya pembayaran pinjaman luar negeri pemerintah dan swasta yang jatuh tempo.
“Surplus TMF sampai dengan semester I 2019 tercatat US$17 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan surplus pada semester I tahun sebelumnya sebesar US$5,3 miliar,” paparnya.
Dengan perkembangan tersebut, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II 2019 tercatat defisit US$2 miliar atau berbalik arah dari posisi kuartal I 2019 yang mencatatkan surplus US$2,4 miliar. Kendati demikian, defisit NPI kuartal II 2019 mengecil dibandingkan periode yang sama tahun lalu, US$4,3 miliar.
Ke depan, NPI diperkirakan tetap baik sehingga dapat terus menopang ketahanan sektor eksternal. Prospek NPI tersebut didukung defisit transaksi berjalan 2019 yang diprakirakan lebih rendah dari tahun 2018, yaitu dalam kisaran 2,5 persehin hingga 3 persen PDB.
Prospek aliran masuk modal asing juga tetap besar didorong persepsi positif investor terhadap prospek ekonomi Indonesia yang tetap terjaga.
“Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk meningkatkan ketahanan eksternal, termasuk berupaya mendorong peningkatan Penanaman Modal Asing (PMA),” pungkasnya. (cnn)
Discussion about this post