KeuanganNegara.id- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyebut akan memberikan masa transisi tiga tahun sebelum memungut premi tambahan untuk Program Restrukturisasi Perbankan (PRP). Masa transisi berlaku sejak kebijakan terkait resmi diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengatakan aturan premi tambahan untuk PRP sudah dituangkan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (PP). Saat ini, LPS, Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih menanti arahan Jokowi untuk Rancangan PP tersebut.
“Mudah-mudahan dalam waktu dekat PP-nya selesai. Sekarang (naskah PP) di tingkat presiden. Namun, pelaksanaan PRP itu tidak segera. Karena setelah ditandatangani oleh presiden, pengenaan premi PRP baru tiga tahun mendatang,” ujarnya, seperti dilansir dari Antara, Rabu (21/8).
Premi PRP merupakan wewenang yang diberikan kepada LPS sesuai amanat dalam Undang-undang PPKSK Nomor 9 Tahun 2016. Dalam UU tersebut, LPS diizinkan untuk memungut premi PRP dari industri perbankan sebagai dana talangan menyelamatkan perbankan jika terjadi krisis.
Dalam Rancangan PP tersebut, Kementerian Keuangan melalui konsultasi LPS mematok besaran premi antara nol persen hingga maksimal 0,007 dari total aset bank. Bank yang wajib membayar premi PRP dibatasi hanya untuk bank dengan aset di atas Rp1 triliun. Sedangkan, bank yang memiliki aset di bawah Rp1 triliun dikenakan tarif nol persen alias gratis.
Diharapkan, premi PRP terkumpul hingga 2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang terbentuk pada 2017.
Saat ini, selain menyiapkan landasan hukumnya, LPS juga menyiapkan infrastruktur Teknologi Informatika dan SDM untuk mematangkan persiapan resolusi bank apabila terjadi krisis. (cnn)
Discussion about this post