KeuanganNegara.id- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan perang dagang AS-China berpotensi menekan ekspor Indonesia ke dua negara tersebut. Tekanan tersebut datang dari peningkatan harga barang di kedua negara yang terjadi akibat dampak perang dagang.
Ia mengatakan kenaikan harga tersebut telah membebani daya beli masyarakat di dua negara tersebut. “Kalau harga naik, daya beli turun. Kalau daya beli turun bagaimana mereka mau impor, pasti terganggu,” katanya, Rabu (4/9).
Ia mengatakan untuk menyiasati agar tekanan permintaan dari dua negara tersebut tidak berdampak pada ekonomi dalam negeri, pemerintah akan terus berupaya memaksimalkan pembukaan pasar ekspor di luar pasar tradisional Indonesia. Untuk bisa membuka pasar baru tersebut, Kemendag tengah mengebut penyelesaian perjanjian dagang dengan beberapa negara.
Namun upaya tersebut sampai saat ini belum membuahkan hasil. Bahkan, perang dagang semakin memanas.”Kalau pasarnya tetap maka itu pasti tidak mungkin, tapi kalau pasarnya dibuka lebar, secara teori itu bisa kami kompensasikan,” katanya.
Senada, Menteri Perdagangan periode 2004-2011 Mari Elka Pangestu mengatakan Indonesia memang perlu mengkhawatirkan perang dagang. Perang berpotensi menekan ekonomi China. Penurunan ekonomi China dikhawatirkan akan berdampak besar pada ekonomi Indonesia.”Teman teman (eksportir) di batu bara sudah merasakan penurunan perminatan batu bara dan CPO,” tuturnya.
Perang dagang antara AS dengan China berkecamuk sejak tahun lalu. Kedua negara sebenarnya sejak awal tahun lalu berupaya menyelesaikan perang tersebut.
Pasalnya, Presiden AS Donald Trump melancarkan serangan dagang baru dengan mengenakan tarif 15 persen atas impor China bernilai lebih dari US$125 miliar. Tak mau kaah, China membalas serangan tersebut dengan mengenakan tarif 5 persen pada minyak mentah AS.
Meskipun memberi masalah, ia mengatakan Indonesia memang mendapatkan dari konflik tersebut. Menurut dia, perang dagang telah memberikan berkah ke eksportir furnitur dan garmen. Pasalnya, sejak perang dagang pesanan mereka bertambah. “Tapi masalahnya sekarang adalah kapasitas. Pesanan mungkin banyak tapi tidak bisa melayani karena kapasitas produksinya tidak cukup sehingga mesti ada investasi baru,” paparnya. (cnn)
Discussion about this post