[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyatakan larangan ekspor bijih (ore) nikel hanya bersifat sementara.
Ketetapan ini mempertimbangkan lonjakan ekspor ore sejak penerbitan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 Tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Sebagai catatan, beleid tersebut mempercepat larangan ekspor ore dari 2022 menjadi 1 Januari 2020.
“Dari laporan yang kami dapat, ekspor nikel ore itu sudah melampaui kuota sampai tiga kali, lebih dari kuota yang ada,” katanya.
Saat ini, sambung dia, rata-rata ekspor bijih nikel mencapai 100-130 kapal per bulan. Padahal, biasanya, ekspor bijih nikel hanya 30 kapal.
Ia menduga terdapat oknum perusahaan yang menggenjot ekspor bijih nikel jelang pelarangan tersebut. Tak hanya lonjakan ekspor, ia menuturkan beberapa ekspor disinyalir belum memenuhi persyaratan ekspor ore yang meliputi kadar rendah 1,7 persen dan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter).
“Orang yang tidak punya smelter pun atau yang punya smelter tetapi tidak ada perkembangan juga ekspor bijih nikel. Dengan kadar yang ternyata lebih dari 1,7 persen, mungkin malah 1,8 persen lebih,” paparnya.
Oleh sebab itu, pemerintah memutuskan melarang ekspor nikel selama kurang lebih 1-2 minggu. Dalam kurun waktu tersebut, seluruh kementerian dan lembaga terkait akan terjun ke lapangan untuk memeriksa fasilitas smelter dari perusahaan eksportir ore. Dalam hal ini, pemerintah juga menggandeng Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Jika ditemukan oknum perusahaan terbukti melanggar aturan, maka pemerintah tak segan-segan untuk memberikan sanksi pidana. Pasalnya, tindakan tersebut telah merugikan negara. (cnn)
Discussion about this post