KeuanganNegara.id- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus US$80 juta pada Agustus 2019. Posisi ini membaik dari Juli 2019 yang mengalami defisit US$63,5 juta dan Agustus 2018 yang defisit US$1,02 miliar.
Secara kumulatif, defisit neraca perdagangan Januari-Agustus 2019 mencapai US$1,81 miliar. Realisasi defisit ini lebih rendah ketimbang periode Januari-Agustus 2018 yang masih mencapai US$4,09 miliar.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan surplus perdagangan terjadi karena nilai ekspor mencapai US$14,28 miliar, sementara impor hanya US$14,2 miliar. Kinerja ekspor turun 7,6 persen dari bulan sebelumnya, sedangkan impor melorot lebih dalam 8,53 persen dari Juli 2019.
Dari sisi ekspor, kinerja ekspor ditopang oleh ekspor minyak dan gas (migas) sebesar US$880 juta atau turun 45,48 persen dari bulan sebelumnya US$1,6 miliar. Sementara ekspor non migas US$13,4 miliar atau turun 3,2 persen dari bulan sebelumnya US$13,85 miliar.
Hal ini terjadi karena peningkatan harga minyak mentah Indoneisa (Indonesian Crude Oils Price/ICP) sebesar US$57,27 per barel dari sebelumnya US$61,32 per barel. “Ini terjadi pada minyak mentah, hasil minyak, dan gas,” kata Suhariyanto di Gedung BPS, Jakarta, Senin (16/9).
Sementara untuk ekspor non migas ditopang ekspor industri pengolahan sebesar US$11,24 miliar, meski nilainya turun 2,4 persen dari bulan sebelumnya. Lalu, ekspor pertambangan dan lainnya US$1,82 miliar atau turun 9,46 persen.
“Kinerja pertambangan turun agak tajam karena harga batu bara turun cukup dalam dari bulan lalu. Bahkan kalau dibandingkan bulan lalu sangat berpengaruh, khususnya karena pergerakan harga batu bara, liknit, bijih tembaga, bijih libium, dan lainnya,” terangnya.
Kemudian, ekspor pertanian senilai US$340 juta atau naik 7,7 persen dari bulan sebelumnya. Kendati begitu, kinerja ekspor non migas masih menopang sekitar 93,87 persen dari total ekspor Indonesia. (cnn)
Discussion about this post