KeuanganNegara.id– Papua Nugini mengajukan pinjaman ke China untuk membayarkan utang senilai US$8 miliar. Permintaan pinjaman bakal membuat marah Australia dan AS karena pengaruh China meningkat di negara-negara Asia Pasifik.
Seperti diketahui, saat ini China tengah memperkuat hubungannya dengan Papua Nugini, termasuk 20 negara-negara lainnya di Asia Pasifik, dengan menawarkan pinjaman untuk infrastruktur. Dengan demikian, pesona AS dan Australia di Asia Pasifik semakin luntur.
Perdana Menteri Papua Nugini James Marape mengakui telah meminta China untuk membantunya membiayai kembali utang senilai 27 miliar kina Papua Nugini dalam pertemuan di Port Moresby. Padahal, Marape sendiri baru kembali dari perjalanan pertamanya ke Australia sebagai pemimpin Papua Nugini.
“Surat resmi atas permintaan (pinjaman) ini akan diteruskan ke duta besar untuk disampaikan ke China,” ujar Marape, seperti dilansir AFP, Rabu (7/8).
Sejak menjabat perdana menteri, Marape berjanji akan memerangi korupsi endemik dan menyeimbangkan kembali hubungan negara dengan para sekutu, termasuk korporat multinasional yang mengeksploitasi sumber daya mineral Papua Nugini yang dikenal melimpah.
Berdasarkan keterangan resminya, Marape mendesak China membuat perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara di Kepulauan Pasifik.
Ia juga meminta China untuk meningkatkan investasinya di sektor kehutanan, perikanan, dan sumber daya.
Direktur Program Lowy Institute Pacific Jonathan Pryke menilai permintaan pembiayaan Marape ke China akan membuat marah Australia dan AS, mengingat kedua negara saat ini berupaya melawan pengaruh China di Asia Pasifik.
“Jika China merestrukturisasi semua utang Papua Nugini, mereka akan menjadi kreditur tunggal terbesar bagi Papua Nugini. Tidak ada tanda China akan melakukan itu, tetapi jika mereka melakukannya, saya harap alasannya kuat untuk kepentingan banyak pihak,” imbuh Pryke.
Sementara, Departemen Luar Negeri Australia menuturkan bahwa pihaknya menyambut dukungan untuk pembangunan mitranya di Pasifik. Asalkan, dukungan itu transparan, menjunjung standar internasional, sesuai kebutuhan, dan menghindari beban utang berkelanjutan.
Sebagai informasi, China dituding melancarkan diplomasi ‘jebakan utang’ dengan membagi-bagikan pinjaman, terutama untuk proyek-proyek infrastruktur, yang tidak akan mampu dibayar oleh negara-negara miskin.
Saat ini, ekonomi Papua Nugini dikabarkan tengah menantang, dengan pembayaran bunga utang mencapai 33 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau setara 15 persen dari total pengeluaran tahunan pemerintah.
Pinjaman dari China sendiri dihitung-hitung membentuk lebih dari 7 persen terhadap total utang Papua Nugini. (cnn)
Discussion about this post