KeuanganNegara.id- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) mengungkapkan program tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) membutuhkan dana dalam jumlah fantastis.
Misalnya, melalui skema intervensi tinggi diprediksi mencapai Rp67.803 triliun.
“Kami menggunakan asumsi intervensi tinggi sehingga porsi pemerintah 62 persen sedangkan non pemerintah 38 persen. Poinnya adalah pemerintah tetap harus menjadi lead (pionir)” ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang P.S. Brodjonegoro.
Bappenas telah menyusun prediksi kebutuhan biaya tersebut pada Roadmap SDGs Indonesia 2030 dalam tiga skenario, yakni Business as Usual (BAU), intervensi moderat, dan intervensi tinggi.
SDGs merupakan 17 tujuan pembangunan berkelanjutan yang terukur dalam waktu tertentu yang ditentukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai agenda dunia pembangunan untuk kemaslahatan manusia dan bumi. SGDs diterbitkan pada 21 Oktober 2015 silam sebagai ambisi pembangunan bersama hingga tahun 2030.
Bambang menuturkan program SDGs membutuhkan pembiayaan alternatif non anggaran pemerintah. Pasalnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tak mampu memenuhi anggaran SDGs.
“Ini menyadarkan kita bahwa SDGs didesain multi platform, bukan hanya pemerintah saja, tetapi juga melibatkan banyak pihak. Bukan hanya untuk bekerja bersama-sama, tetapi juga membiayai bersama-sama,” katanya, Rabu (9/10).
Rinciannya, pada periode 2020-2030 kebutuhan dana SDGs melalui skema BAU mencapai Rp53.695 triliun. Jumlah tersebut diharapkan dapat dipenuhi oleh pemerintah sebesar Rp33.010 triliun dan non-pemerintah senilai Rp20.685 triliun.
Melalui skema intervensi moderat kebutuhan dananya mencapai Rp62.776 triliun. Dari pemerintah ditargetkan bisa memenuhi sebesar Rp37.506 triliun, sedangkan dana nonpemerintah diharapkan mencapai Rp27.270 triliun.
Terakhir, melalui skema intervensi tinggi kebutuhan dana diprediksi mencapai Rp67.803 triliun. Porsi pemerintah 62 persen, sedangkan nonpemerintah 38 persen.
Berdasarkan perhitungan lima tahun pertama, kebutuhan proyek SDGs 2020-2024 yakni, Rp17.142 triliun melalui skema BAU, Rp18.911 triliun untuk intervensi moderat, dan Rp20.017 triliun untuk intervensi tinggi.
Lebih lanjut, pada 2025-2030 kebutuhan dana tembus Rp36.553 triliun melalui skema BAU, Rp43.865 triliun untuk intervensi moderat, dan Rp47.786 triliun untuk intervensi tinggi.
“Mendekati lima tahun terakhir, maka butuh upaya lebih besar dan butuh biaya lebih banyak baik dari pemerintah maupun nonpemerintah,” katanya.
Pembiayaan program SDGs, sambung dia, diharapkan bisa didapat melalui sumber pembiayaan inovatif. Beberapa contoh sumber pembiayaan alternatif lain Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA), sukuk, green bond, zakat, blended finance, social impact fund, filantropi, dan crowdfunding.
Dalam hal ini, Bappenas baru saja menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) terkait pelaksanaan SDGs di Indonesia dengan berbagai pihak baik kalangan pemerintah maupun non pemerintah. Melalui MoU ini, Bappenas menegaskan komitmen berbagai pihak dalam pencapaian SDGs.
Bagi swasta, Bambang bilang Bappenas akan memberikan pilihan proyek SDGs yang sudah berhasil dipraktekkan di Indonesia. Selanjutnya, pihak swasta akan mengimplementasikan program tersebut dalam bisnis mereka.
“Jadi mereka tetap jalankan bisnis biasa, mencari keuntungan dan imbal hasil seperti biasa, tetapi dalam kegiatannnya memenuhi prinsip SDGs. Itu yang akan kami terus edukasi ke pihak swasta,” tuturnya.
Gagas Hibah Daerah
Mantan Menteri Keuangan itu juga mengusulkan skema hibah daerah sebagai alternatif pembiayaan proyek SDGs.
“Kami ingin mengusulkan agar RPJMN ke depan, mungkin anggaran 2021, kami sudah mulai mendorong adanya hibah daerah,” katanya. (cnn)
Discussion about this post