KeuanganNegara.id– Pengamat Perpajakan Darussalam mendesak pemerintah menegakkan sanksi bagi Wajib Pajak (WP) yang melanggar ketentuan amnesti pajak(tax amnesty). Bukannya malah melempar wacana menggelartax amnestyjilid II.
Sebab, ia menilai penegakan hukum lebih penting. “Siklusnya dimana-mana setelah eratax amnestyadalah era penegakan hukum,” ujarnya, yang juga menjabat sebagai Managing Partner DDTC, Rabu (14/8).
Ia mengimbau pemerintah agar tidak gegabah menyelenggarakantax amnestyjilid II, meskipun di satu sisi pelaku usaha mengusulkan kelanjutan program itu. Menurut dia, sudah sepatutnya pemerintah memastikan motif pelaku usaha dalam mengusulkan pelaksanaantax amnestyjilid II.
“Pastikan definisitax amnestyyang diminta itu apa. Kalau memang ingin minta, tujuannya apa, karena yang kami tangkap hari ini hanya adastatement(pernyataan) menyesal tidak ikuttax amnesty, tetapi tujuannya apa?” jelasnya.
“Prinsipnya itu seperti memberikan diskon atau obral. Misalnya, toko saya melakukan obral, meski barang habis tapi dapatnya sedikit. Tetapi, kalau barangnya saya naikkan mungkin yang terjual hanya 25 persen, tetapi hasilnya lebih banyak,” katanya. Ia khawatir tax amnestyjilid II justru hanya dimanfaatkan oleh WP yang mangkir daritax amnestyI untuk menghindari ketentuan sanksi. Apalagi, mereka menyadari pemerintah mengantongi data wajib pajak beserta kewajiban setorannya melalui pertukaran data keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI).
AEoI merupakan program pertukaran informasi rekening wajib pajak antar negara. Program ini otomatis membuka data harta WNI di negara anggota.
“Ketika mereka tahu bahwa informasi data keuangan sudah dipegang otoritas pajak, mereka akan kena implikasi dampak hukum daritax amnestyjilid pertama, sehingga mereka minta ada lagi dongtax amnestyjilid II agar kami bisa ikut dan tidak terkena dampak implikasi hukum daritax amnestyjilid pertama,” imbuh Darussalam.
Direktur Riset Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengamini gagasan Darussalam. Ia memprediksi penerimaan negara dari penegakan sanksi tax amnesty bakal lebih besar ketimbang kembali menyelenggarakantax amnestyjilid II.
Ia juga mendorong pemerintah memanfaatkan data wajib pajak dari AEoI untuk menggenjot penerimaan pajak. Toh, lanjutnya, data yang dikantongi pemerintah mencakup informasi detail terkait wajib pajak. Dengan data tersebut, ia menilai pelaksanaan tax amnesty jilid II kini tak relevan.
“Tax amnestypertama sayasupport(dukung), tetapi sekarang kondisinya tidaksupport karena ada satu faktor, yakni sekarang ini informasi sudah dipegang oleh otoritas pajak,” tandasnya. (cnn)
Discussion about this post