[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id -Peningkatan penyebaran COVID-19 yang disertai pengurangan penyebaran melalui social distancing maupun penutupan aktivitas-aktiviras sosial ekonomi membuat ekonomi di seluruh dunia mengalami kontraksi yang cukup dalam. Ini berakibat berbagai institusi merevisi pertumbuhan ekonomi global yang cukup tajam. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR mengenai Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) tahun 2021.
“Kami ingin menyampaikan ini sebagai ilustrasi bahwa seluruh lembaga-lembaga yang melakukan forecasting pun mereka menghadapi situasi uncertainty sehingga seluruh forecast dari indikator-indikator bersifat sangat dinamis,” ujar Menkeu.
Seperti yang diketahui, IMF melakukan revisi pertumbuhan ekonomi global tahun 2020 dari 3,3% menjadi -3%, dengan proyeksi pertumbuhan tahun 2021 pada angka 3,4% sampai dengan (s.d) 5,8%.
OECD turut menurunkan proyeksinya. Pertumbuhan global tahun 2020 dari 2,4% menjadi -6% dengan kondisi tidak terjadi second wave, atau -7,6% apabila terjadi second wave (double hit), dengan proyeksi pertumbuhan perekonomian global tahun 2021 pada kisaran 2,8% s.d. 5,2%.
Sedangkan World Bank tahun ini juga melakukan revisi yang sangat tajam untuk proyeksinya, dari 2,5% menjadi -5,2%. Untuk pertumbuhan perekonomian global pada tahun 2021, World Bank memprediksi menjadi 4,2%.
Keoptimisan ini yang mendasari Pemerintah untuk mengajukan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2021 pada kisaran 4,5% s.d. 5,5% untuk dibahas lebih lanjut di DPR.
Menkeu menjelaskan bahwa meski semua anggaran kementerian/lembaga (K/L) terpotong karena adanya realokasi dan refocusing, pemerintah akan mengamankan anggaran pertanian. Artinya, tidak akan dipotong.
“Progam ketahanan pangan maupun dari sisi perluasan untuk pembukaan lahan baru itu termasuk yang kita terus prioritaskan, tidak kita kurangi anggarannya,” jelas Menkeu.
Hal tersebut dilakukan untuk bisa mengamankan jumlah produksi pangan untuk tahun ini dan persiapan tahun 2021 yang diperkirakan akan terjadi musim kemarau yang lebih kering. Sejalan dengan itu, Pemerintah dan Komisi XI DPR menyepakati untuk memasukkan Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) sebesar 102-104 sebagai salah satu indikator pembangunan tahun 2021.(kemenkeu)
Discussion about this post