KeuanganNegara.id– Pemerintah bakal mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.
“Kami akan men-draft (merancang) (RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian) secepatnya dan dimasukkan ke Prolegnas, sehingga kalau bisa tahun ini bisa disampaikan Presiden ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),” ujar Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Robert Pakpahan di kantornya, Kamis (5/9).
Setelah itu, pemerintah berharap uu bisa segera disahkan dan berlaku pada 2021. Rencananya, ruu tersebut merupakan omnibus law yang bakal merevisi 3 undang-undang (uu), yaitu UU Pajak Penghasilan, UU PPN, dan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Ketiga revisi undang-undang itu sendiri saat ini masih dalam proses pembahasan dengan anggota dewan.
Selanjutnya, Robert memastikan, pembahasan revisi ketiga uu tersebut secara komprehensif akan terus dilaksanakan di tengah pembahasan RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. Sebagai informasi, rancangan RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian yang saat ini masih disusun akan berisi tujuh poin utama.
Kelima, pengaturan ulang sanksi administrasi perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela. Keenam, pemberian insentif pajak dalam satu bagian, mulai dari tax holiday, super deductiable tax, fasilitas pengurangan PPh untuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), hingga PPh untuk Surat Berharga Negara (SBN) di pasar internasional.Pertama, penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan dari 25 persen menjadi 20 persen pada 2023 secara bertahap. Tahapan ini bertujuan untuk memberi ruang pendanaan dari dalam negeri untuk menambah investasi dan mengerek aliran modal asing.
Kedua, penghapusan PPh atas dividen dari dalam negeri dan luar negeri untuk memberi ruang pendanaan dari dalam negeri dan luar negeri supaya investasi bisa terkerek.
Ketiga, pengenaan pajak penghasilan bagi Warga Negara Asing (WNA) yang tinggal di Indonesia setidaknya dalam durasi 183 hari. Hal ini berdasarkan perubahan ketentuan pemungutan pajak dari worldwide menjadi teritorial.
Keempat, relaksasi hak pengkreditan pajak masukan bagi perusahaan kena pajak, terutama yang selama ini barangnya dibukukan sebagai obyek pajak. Nantinya, berbagai pajak masukkan yang tidak bisa dikreditkan dan diklaim untuk mengurangi kewajiban pajak.
Ketujuh, pemajakan atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Dalam hal ini, pemerintah akan menunjuk pedagang, penyedia jasa, maupun platform di luar negeri sebagai Subyek Pajak Luar Negeri (SPLN) untuk memungut, menyetor, dan melapor PPN atas penjualan konten digitalnya di Indonesia.
SPLN terkait dapat menunjuk perwakilan di Indonesia untuk memungut, menyetor, dan melapor PPN atas nama SPLN. (cnn)
Discussion about this post