KeuanganNegara.id– Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan jadwal penerbitan Surat Utang Negara (SUN) tak terganggu oleh kondisi ketidakpastian ekonomi global, baik yang berskema konvensional maupun syariah. Sejak awal, pemerintah sudah menerapkan kebijakan front loading untuk mengantisipasi ketidakpastian.
Kebijakan front loading didefinisikan sebagai strategi penerbitan SBN dalam jumlah cukup banyak sejak di awal tahun, dan lebih sedikit pada akhir tahun. Tujuannya, untuk menjaga porsi bunga utang dari risiko ekonomi.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan pemerintah sengaja melakukan front loading karena sudah mengkalkulasi tingginya ketidakpastian yang mungkin terjadi pada tahun ini.
Maka itu, sejauh ini pemerintah masih cukup percaya diri bahwa jadwal penerbitan yang sudah dibuat tetap menguntungkan.
“InsyaAllah kami masih on track, kami kan sudah antisipasi ketidakpastian dengan front loading. jadi ketika market (pasar) sedang bagus, kami sudah mulai mengambil lebih banyak, kami tidak linier,” ucap Luky di Gedung DJPPR Kemenkeu, Jakarta, Kamis (8/8).
Berdasarkan catatan, penerbitan surat utang negara sudah mencapai 75 persen dari target yang ditetapkan pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurut dia, pencapaian porsi itu karena pemerintah turut mengantisipasi pelebaran defisit keuangan dalam APBN 2019.
“Tapi kami masih fleksibel (untuk menambah penerbitan surat utang). Kami lihat kondisi pasar dan pilihan, apakah mau menarik pinjaman atau pakai likuiditas yang ada,” terangnya.
Namun, Luky tak ingin menyampaikan rincian penerbitan surat utang yang sudah dilakukan sejak awal tahun. Namun, ia menyebutkan pinjaman utang teranyar yang didapat pemerintah berasal dari dua lembaga internasional.
Pertama, Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) sebesar US$1 miliar. Kedua, Bank Dunia (World Bank) senilai US$1 miliar.
“Ini sebenarnya Juni, tapi tercatat di Juli. Ke depannya, kami belum ada (rencana penerbitan surat utang), tapi kami masih punya fleksibilitas itu. Kami fleksibel meski market lagi tertekan, kami bisa ambil lebih banyak pinjaman,” jelasnya.
Sementara untuk penerbitan surat utang negara di dalam negeri, Luky mengatakan sejauh ini jadwal penerbitan juga masih sesuai rencana, yakni sebanyak 10 kali dalam setahun ini. Penerbitan dilakukan setiap bulan, kecuali Juni dan Desember nanti.
Surat utang yang diterbitkan terdiri dari yang bisa diperdagangkan (tradeable), yaitu Obligasi Ritel Indonesia (ORI) dan yang tidak bisa diperdagangkan (non-tradeable), seperti SBN berjenis Savings Bond Ritel (SBR) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) alias Sukuk.
“Saat ini sudah sekitar Rp30 triliun (dana yang dihimpun dari penerbitan surat utang di dalam negeri), ini masih on track,” katanya.
Tak hanya jadwal penerbitan, Luky mengklaim bahwa imbal hasil penerbitan surat utang negara sejatinya juga masih menarik meski tertekan ketidakpastian global.
Pasalnya, standar acuan yang digunakan, yaitu tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sejatinya searah dengan kebijakan bunga dari para bank sentral negara-negara lain di dunia.
“Memang karena market sangat volatile, swing-nya cukup besar. Tapi sejak S&P (beri rating positif), yang tadinya capital inflow turun 80 bps, kini sudah naik 40 bps. Jadi imbal hasil ini tergantung timing-nya, meski swing,” ungkapnya.
Sedangkan untuk kebijakan penerbitan surat utang negara pada tahun depan, Luky belum bisa memberikan gambaran lebih jauh. Sebab, penyusunan Rancangan APBN 2020 masih terus dilakukan oleh masing-masing Kementerian/Lembaga (K/L).
Hal ini membuat kementeriannya belum bisa memperkirakan berapa jumlah kebutuhan pembiayaan dari utang.
“Belum kami lihat, tapi pengalaman dari tahun ini, salah satu how to deal dengan uncertainly tadi adalah dengan front loading. Misalnya, kalau tahun depan sangat fluktuatif dan volatile, ya mungkin kita tidak akan ambil di semester pertama (tahun depan),” tandasnya. (cnn
Discussion about this post