[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Penyebaran virus corona berdampak besar pada semua sektor. Di sektor energi, PT Pertamina (Persero) menjadi salah satu BUMN yang paling terpukul karena harga minyak dunia dan rupiah anjlok akibat penyebaran virus tersebut.
Direktur Utama Nicke Widyawati mengungkapkan, gara-gara virus corona, penjualan BBM Pertamina turun hingga 34,6 persen secara nasional sepanjang Maret 2020. Menurutnya, ini merupakan penurunan penjualan paling parah dalam sejarah Pertamina.
“Hari ini, sebagai laporan, secara nasional penurunan BBM itu mencapai 34,6 persen dibandingkan rata-rata penjualan di Januari dan Februari. Ini situasi yang belum pernah terjadi. Jadi kalau dilihat adalah sales terendah sepanjang sejarah Pertamina,” kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI secara online.
Nicke menjelaskan, penurunan penjualan BBM terjadi di terutama di kota-kota besar. Rinciannya, DKI Jakarta 59 persen, Bandung 57 persen, Makassar 53 persen, dan kota-kota lain di atas 40 persen.
Pada Januari dan Februari, katanya, penurunan penjualan BBM masih di level 16,78 persen. Akan tetapi, sejak pemerintah meminta para karyawan bekerja dari rumah atau Work From Home dan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), penurunannya sangat tajam seperti yang terjadi pada bulan lalu.
Tak hanya BBM yang dijual di SPBU, penurunan juga terjadi pada konsumsi avtur yang turun hingga 60 persen karena industri penerbangan banyak yang tak jalan. Pun dengan penjualan BBM untuk industri dan korporat karena banyak yang sudah tak beroperasi.
“Tentu saja ini akan berdampak besar dengan operasional kilang dan sisi keuangan Pertamina, ” kata dia.
Skenario Terburuk, pendapatan bakal turun 45 persen karena penjualan hingga Maret 2020 turun tajam. Dia memprediksi pendapatan perusahaan di akhir tahun ini bisa turun hingga 45 persen dari Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) 2020 sebesar USD 58,3 miliar.
Nicke menjelaskan, ada dua skenario yang dibuat perusahaan sesuai arahan pemerintah. Pertama, skenario berat dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) USD 38 per barel, pendapatan perusahaan bisa turun 38 persen dari RKAP 2020.
Sedangkan pada skenario sangat berat, ICP diasumsikan turun ke USD 31 per barel dan nilai tukar rupiah Rp 20 ribu per dolar AS. Dari skenario kedua itu, pendapatan Pertamina diprediksi turun hingga 45 persen.
“Untuk skenario sangat berat, penurunannya 45 persen dibandingkan RKAP karena penurunan ICP sangat berdampak dengan bisnis hulu Pertamina, jadi luar biasa di atas 40 persen,” jelasnya.(msn)
Discussion about this post