[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Komisi VII DPR RI akhirnya menyetujui Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) naik level atau dibawa ke tingkat dua dalam sidang paripurna. Keputusan itu diambil usai sembilan fraksi di Komisi VII dan pemerintah yang diwakili Menteri ESDM Arifin Tasrif rapat hari ini sejak pukul 10.00 WIB hingga menjelang maghrib atau 7 jam lamanya.
Pimpinan rapat kerja Eddy Soeparno dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) mengatakan, dari sembilan fraksi yang memberikan pandangannya, hanya Partai Demokrat yang menolak. Sedangkan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang awalnya setuju dengan berbagai catatan merevisi pernyataannya.
“Dari sembilan fraksi yang sampaikan pandangan dengan satu pengecualian fraksi (Demokrat) dan fraksi PKS yang akan memberikan pandangannya besok ke kami, seluruh fraksi menyetujui untuk pembahasan lebih lanjut pada pembicaraan tingkat dua dalam sidang paripurna,” kata Eddy yang kemudian mengetuk palu.
Eddy pun mempersilakan pemerintah dan semua perwakilan fraksi menandatangani naskah RUU Minerba sebelum diserahkan dalam sidang paripurna. Penandatanganan dilakukan langsung di Gedung DPR RI oleh semua pihak.
Rapat yang berlangsung sejak pagi ini berjalan dengan pembacaan laporan Panitia Kerja (Panja) RUU Minerba oleh Ketua Panja Bambang Wuryanto dan dilanjutkan pembacaan naskah RUU Minerba setebal 92 halaman secara bergantian oleh pimpinan rapat.
Setelah itu, masing-masing fraksi menyampaikan pandangannya, baru lah pemerintah yang diwakili Menteri ESDM Arifin Tasrif menyampaikan pandangannya. Namun, dari lima kementerian yang diundang, hanya Arifin yang datang. Sementara Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Hukum dan HAM, hanya diwakili pejabat di bawah menteri.
Dalam rapat ini sempat terjadi perdebatan mengenai kewajiban membangun pengolahan pemurnian bijih atau smelter dan divestasi 51 persen. Kewajiban membangun smelter bagi penambang yang sebelumnya diusulkan berdasarkan peningkatan nilai ekonomi dan kebutuhan dalam negeri diganti menjadi kebutuhan pasar pada pasal 102.
Sedangkan pada poin divestasi 51 persen, pemerintah sepakat menghapus frasa “secara langsung” dalam pasal 112 yang berbunyi: Badan Usaha pemegang Izin Usaha Pertambangan atau Izin Usaha Pertambangan Khusus pada tahap kegiatan Operasi Produksi yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham secara langsung sebesar 51 persen secara berjenjang kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, badan usaha milik daerah, dan/atau Badan Usaha swasta nasional.
“Jadi, pemerintah minta angka 51 persen di-drop, tapi kami tolak. Ketika harmonisasi, pemerintah tetap meminta hal yang sama, tetap kami tolak. Pemerintah sekarang melunak, divestasi tetap 51 persen tapi berjenjang pemberiannya secara pemerintah pusat,” ujar Ketua Panja Bambang Wuryanto dari Fraksi PDIP.
Arifin Tasrif yang setuju dengan penghilangan frasa itu menjelaskan, waktu berjenjang artinya bertahap waktu dan kemampuan pemerintah atau badan usaha membeli saham, sesuai situasi dan kondisi saat itu.
“Mungkin itu nanti akan dimasukkan di turunannya (aturan di kementerian). Saya enggak bisa bayangkan berapa lamanya, kita harus realistis investasi baru akan lihat return kapan, nilai keekonomian pada berapa IRR (internal rate of return) cepat atau lambat, ini kita lihat mereka investasi akan memberikan proposal mengenai berapa yang akan diinvestasikan saat itu, kita menyatakan Anda wajib lakukan divestasi di tahun sekian,” ujar Arifin.(msn)
Discussion about this post