KeuanganNegara.id- Nilai tukar rupiah tercatat di posisi Rp14.100 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pasar spot Selasa (17/9) sore. Posisi ini melemah 0,41 persen dibanding penutupan pada Senin (16/9) yang di Rp14.042 per dolar AS.
Sementara itu, kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menempatkan rupiah di posisi Rp14.100 per dolar AS atau melemah dibanding Rp14.020 per dolar AS. Pada hari ini, rupiah berada di dalam rentang Rp14.070 hingga Rp14.110 per dolar AS.
Sore hari ini, mayoritas mata uang utama Asia melemah terhadap dolar AS. Dolar Hong Kong melemah 0,05 persen, yen Jepang melemah 0,06 persen, dolar Singapura melemah 0,09 persen, dan baht Thailand melemah 0,1 persen.
Kemudian, rupee India melemah 0,33 persen, ringgit Malaysia melemah 0,39 persen, yuan China melemah 0,37 persen, dan won Korea Selatan melemah 0,64 persen. Di kawasan Asia, hanya peso Filipina yang menguat terhadap dolar AS yakni 0,01 persen.
Jika defisit transaksi berjalan membesar, maka devisa berkurang dan Bank Indonesia (BI) kurang memiliki amunisi di pasar valas untuk memperkuat nilai tukar rupiah.Sementara itu, mata uang negara maju seperti euro menguat 0,11 persen. Namun, poundsterling Inggris melemah 0,11 persen dan dolar Australia melemah 0,45 persen.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pelaku pasar masih fokus ke kondisi geopolitik di Timur Tengah usai kilang minyak milik Arab Saudi diserang. Pasalnya, serangan berpotensi mempengaruhi 5 persen produksi minyak dunia.
Jika produksi minyak macet, maka harga minyak akan terus melesat. Hal ini akan memberatkan Indonesia yang selama ini merupakan negara importir minyak netto.
Harga yang naik berpotensi menyebabkan nilai impor minyak membengkak. Pembengkakan dipastikan akan membebani defisit transaksi berjalan
“Saat devisa dari ekspor impor barang dan jasa seret, maka pondasi penyokong rupiah menjadi rapuh karena bergantung kepada portofolio di sektor keuangan (hot money) yang bisa datang dan pergi sesuka hati,” jelas Ibrahim, Selasa (17/9).
Tak hanya kenaikan harga minyak, pelemahan rupiah juga dibayangi kemungkinan bank sentral AS The Fed tidak akan melonggarkan kebijakan moneternya pada rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pekan ini. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas penurunan suku bunga acuan AS sebesar 25 basis poin pada rapat The Fed 18 September adalah 65,8 persen atau turun jauh dibandingkan posisi sepekan lalu yaitu 94,6 persen.
Ini lantaran ekspektasi inflasi AS akan naik karena terdorong harga minyak, data ekonomi AS yang dipercaya masing membaik. “Bisa saja dalam pertemuan hari Kamis ini bank sentral AS menahan suku bunga acuan,” pungkas dia. (cnn)
Discussion about this post