[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan pencairan dana bagi hasil (DBH) yang ditagih oleh Gubenur DKI Jakarta Anies Baswedan. Tagihan tersebut harus didahului dengan laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Yang Pak Anies selalu minta itu DBH 2019. Setiap daerah, DBH 2019 yang kami bayarkan pasti beda sama realisasi,” kata dia dalam siaran virtual di Jakarta.
Pada akhir tahun pemerintah melaporkan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasil audit BPK, lanjutnya, akan menentukan berapa DBH yang harus dibayarkan pemerintah kepada daerah.
“Nah DBH 2019 ini biasanya diaudit dulu oleh BPK, dan BPK katakan pemerintah kurang bayar dan kita bayarkan. Audit biasanya selesai April dan sampaikan ke DPR, dan kalau sudah jadi UU kita bayarkan. Maka DBH 2019 dibayarkan Agustus-September,” jelas dia.
Sri Mulyani memahami daerah membutuhkan dana karena pendapatan asli daerah (PAD) turun imbas covid-19. Meski begitu, ia mengingatkan ada banyak anggaran daerah yang bisa dihemat dan direalokasi untuk penanganan pademi korona.
“Untuk semua kepala daerah, APBD-APBD di daerah masih banyak belum dilakukan perubahan. Di DKI belanja pegawainya tinggi hampir Rp25 triliun, belanja barang Rp24 triliun. Saya tahu mereka lakukan realokasi dan refokusing dan kami sambil lakukan percepat pembayaran DBH,” ungkap dia.
Anies sebelumnya menagih DBH yang belum dibayarkan oleh Kementerian Keuangan sebesar Rp5,1 triliun. Selain itu, Anies memerinci dana bagi hasil pada kuartal kedua sebesar Rp2,4 triliun tahun ini. (msn)
Discussion about this post