[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menghentikan aliran dana desa dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk para desa yang bermasalah secara administrasi. Pemberhentian dilakukan sampai akhir masa penyaluran dana desa tahap tiga pada Desember 2019.
Hal itu diungkap Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti. Menurut dia, kebijakan ini dilakukan agar para desa bermasalah benar-benar teridentifikasi secara jelas sebelum keran dana desa kembali dibuka.
Dalam mekanismenya, pemerintah menyalurkan dana desa dengan rata-rata nominal sebesar Rp930 juta per desa per tahun. Penyaluran terbagi atas tiga tahap.
Tahap pertama sebanyak 20 persen dari pagu atau sekitar Rp186 juta. Penyaluran tahap pertama dilakukan mulai Januari setiap tahunnya dan paling lambat minggu ketiga Juni.
Lalu, penyaluran tahap kedua sebesar 40 persen dari pagu atau Rp372 juta yang dilakukan paling cepat mulai Maret dan paling lambat pada minggu keempat Juni.
Kemudian, penyaluran tahap ketiga juga sebesar 40 persen dari pagu dengan jangka waktu dari Juni sampai maksimal Desember.
“Yang kami freeze (bekukan) di tahap ketiga untuk desa-desa yang bermasalah,” ujar Astera di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta.
Sayangnya, Astera belum ingin memberi kepastian terkait desa-desa bermasalah yang penyaluran dana desanya dihentikan sampai tutup tahun nanti. Pasalnya, Kementerian Dalam Negeri melakukan investigasi di 56 desa yang diduga bermasalah di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Hasil investigasi sementara menyatakan bahwa 34 desa ada dan memenuhi syarat, 18 desa ada, namun butuh pembenahan, dan empat desa masih diinvestigasi lebih lanjut, yaitu Desa Arombu Utara, Desa Lerehoma, Desa Wiau, dan Desa Napooha.
“Pokoknya ke desa yang bermasalah, tapi kalau ditanya mana saja, itu kami tunggu Kemendagri berapa desanya. Masalah kerugian negaranya itu masih nanti,” katanya.
Lebih lanjut ia menyatakan dampak dari tidak disalurkan dana ke desa-desa bermasalah bisa membuat alokasi APBN untuk desa berkurang pada tahun depan. Bahkan, bila desa benar-benar tidak sesuai ketentuan admnistrasi, maka pemberian dana bisa saja disetop.
“Misalnya sudah tidak disalurkan 20 persen, hanya disalurkan 80 persen (sepanjang tahun ini), besoknya (tahun depan) bisa cuma kami kasih 80 persen. Tapi bagaimana ini kami tunggu Kemendagri,” katanya.
Di sisi lain, sambung dia, kementerian berencana mengubah sistem administrasi penggunaan dana desa. Tujuannya, agar sistem lebih sederhana dan mudah digunakan, sehingga memberikan kemudahan dari sisi pelaporan bagi kepala desa.
Astera yakin sistem yang mudah akan membuat pemerintah pusat mudah pula dalam melakukan pemantauan dan pengawasan penggunaan dana. Ia menekankan sistem mudah tidak akan menjadi bumerang bagi pemerintah pusat, misalnya semakin mudah ‘kecolongan’ penyerapan dana desa oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Yang kami permudah hanya administratif pelaporannya, tapi monitoring tetap berjenjang dari Bupati sampai Kemendagri. Kami buat yang simple (sederhana) saja, misalnya yang harus ‘contreng, contreng’, itu yang kami perbaiki,” jelasnya.
Sementara secara keseluruhan, realisasi penyaluran dana desa sudah mencapai Rp52 triliun atau 74,28 persen dari pagu di APBN sebesar Rp70 triliun sampai Oktober 2019. Sedangkan tahun depan, alokasi dana desa bakal meningkat jadi Rp72 triliun.
Sebelumnya, isu desa-desa bermasalah secara administrasi ditemukan oleh Sri Mulyani. Ia menyatakan ada desa-desa yang sejatinya sudah tidak memenuhi kriteria dari sisi jumlah penduduk, kelengkapan perangkat desa, hingga luasan wilayah, namun masih menerima dana desa secara rutin dari pemerintah pusat. (cnn)
Discussion about this post